Ombudsman RI Pertanyakan Ketentuan Lelang Frekuensi 2,1GHz-2,3GHz

Ombudsman RI menilai ada kejanggalan terkait Rencana Kemkominfo untuk melelang frekuensi 2.100MHz dan 2.300MHz.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 08 Mar 2017, 17:40 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2017, 17:40 WIB
Lelang frekuensi
Diskusi Penerimaan Negara dan Lelang Frekuensi: Negara Untung atau Buntung" di Jakarta, Rabu (8/3/2017). (Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani)

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai ada kejanggalan terkait Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk melelang sisa blok di frekuensi 2.100MHz dan 2.300MHz. 

Disampaikan Anggota ORI Ahmad Alamsyah Saragih, ada dua tujuan pemerintah melelang frekuensi. Pertama, meningkatkan layanan komunikasi di lima pulau Indonesia yang jaringannya padat, dan kedua adalah meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi. 

Sayangnya, lelang tersebut hanya terbuka bagi operator seluler yang telah memiliki kapasitas atau terbatas. Ia mempertanyakan bagaimana pemerintah meningkatkan PNBP jika lelang dilakukan secara terbatas.

"Langkah Kemkominfo menunda-nunda lelang frekuensi sejak 2014 membuat negara berpotensi mengalami kerugian," ungkap Alamsyah ditemui Tekno Liputan6.com pada sebuah diskusi Penerimaan Negara dan Lelang Frekuensi: Negara Untung atau Buntung" di Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Dalam catatannya, negara telah kehilangan penerimaan sebesar Rp 2,86 triliun dalam kurun waktu 2 tahun (2014-2016).

Lebih lanjut, Alamsyah menyebutkan bahwa ada ambiguitas mengenai tujuang lelang. "Pemerintah ingin operator existing meningkatkan layanan di lima pulau dengan cakupan nasional. Namun, ini justru mengancam komitmen pembangunan di wilayah yang kurang terlayani," tuturnya.

Dengan penentuan calon peserta lelang yang bersifat terbatas pada operator seluler existing, Alamsyah melihat bahwa pemerintah seolah-olah hendak membagikan frekuensi kepada empat operator besar, yakni Telkomsel, Indosat, XL, dan Hutchison Tri Indonesia (Tri).

"Ini pemerintah mau lelang apa bagi-bagi frekuensi?" tanya Alamsyah.

Terkait rencana penerapan metode lelang e-Auction dua tahap yang tak disebutkan secara eksplisit dalam Rancangan Peraturan Menteri (RPM) lelang frekuensi, ia menilai metode bisa memicu operator untuk mengambil harga tak jauh beda dari harga yang dibuka pemerintah. Ini bakal membuat pemasukan PNBP diperkirakan tidak akan maksimum.

Sementara, jika menggunakan e-Auction Ascending, ini akan membuat sistem penawaran lebih tinggi sehingga pemasukan lebih banyak. Meski begitu, ia sadar bahwa model lelang tersebut tak diterapkan lantaran jumlah peserta lelang yang sedikit (hanya empat operator).

(Tin/Cas)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya