Warganet Kini Bisa Adukan Konten Negatif via Qlue

Langkah ini merupakan ekspansi upaya Kemkominfo dalam mengajak masyarakat berperan serta memerangi konten negatif yang menjamur di ranah digital.

oleh Jeko I. R. diperbarui 27 Agu 2018, 18:10 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2018, 18:10 WIB
Kemkominfo
Ki-ka: Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan dan CEO Qlue Rama Raditya. Liputan6.com/Jeko I.R.

Liputan6.com, Jakarta - Meski konten negatif masih berseliweran di ranah maya, pemerintah nyatanya tetap sigap berupaya untuk terus meminimalisir konten tersebut.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam hal ini misalnya, baru saja mengumumkan penandatanganan nota kesepahaman kerjasamanya dengan Qlue dengan meluncurkan dashboard khusus pelaporan konten negatif.

Langkah ini merupakan ekspansi upaya Kemkominfo dalam mengajak masyarakat berperan serta memerangi konten negatif yang menjamur di ranah digital.

Untuk diketahui, Kemkominfo sendiri sudah memiliki layanan khusus di mana pengguna bisa mengadukan konten negatif.

Layanan tersebut bernama Aduan Konten, yang hadir dalam beberapa platform: email (aduankonten@mail.kominfo.go.id), Twitter, dan juga aplikasi.

Dengan adanya dashboard Qlue tersebut, platform pelaporan aduan konten kini semakin beragam untuk diakses. Apalagi, Qlue juga telah mengantongi lebih dari 600 ribu pengguna aktif yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan, berkata pihaknya ingin mencerdaskan pengguna internet dengan hadirnya dashboard Qlue ini.

Terlebih, Semuel juga mengungkap kalau kini ada sekitar 800.000 situs di Tanah Air yang telah terindikasi dengan konten negatif. Banyaknya konten tersebut jelas menunjukkan banyak oknum yang telah menyalahgunakan internet untuk keuntungan pribadi dengan menyebarkan konten-konten negatif yang meresahkan masyarakat.

"Kita ingin pengguna jangan mudah percaya (dengan konten negatif) dan semoga dengan hadirnya dashboard ini, partisipasi masyarakat terhadap konten negatif semakin besar," ujar pria yang karib disapa Semmy tersebut di Jakarta, Senin (27/8/2018).

Pada kesempatan yang sama, CEO Qlue Rama Raditya mengakui kalau Qlue merupakan aplikasi yang belum pernah masuk ke dalam ranah aduan konten di dunia maya.

Karena itu, Qlue memutuskan untuk mengekspansi layanannya dengan menghadirkan dashboard aduan konten negatif.

"Biasanya, kita selalu handle laporan isu yang terjadi di kota-kota Smart City. Namun, sekarang kami juga ingin mengembangkan fitur baru di mana pengguna juga bisa mengadukan konten negatif yang mereka temui di Internet," sahut Rama.

"Makanya Qlue ingin menyalurkan aspirasi masyarakat dengan Kemkominfo. Semoga dengan adanya dashboard ini, kita bisa membantu membantu monitor aduan konten bersama Kemkominfo secara based on location," tandasnya.

Aturan Pengendalian Konten Media Sosial dari Kemkominfo

Kemkominfo
Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan. Liputan6.com/Jeko I.R.

Bersinggungan dengan kabar di atas, Kemkominfo belum lama ini dilaporkan tengah menyusun aturan untuk megendalikan konten-konten yang beredar di media sosial.

Di antara konten-konten di media sosial, yang bakal diatur Kemkominfo adalah mengenai fake news dan ujaran kebencian alias hate speech. Bahkan, Kemkominfo akan menerapkan aturan sanksi denda terkait hal ini.

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan saat ditemui media di Kantor Kemkominfo, Jakarta, mengatakan, sebelumnya mengungkap pihaknya telah menugaskan tim khusus untuk melakukan studi banding di dua negara yakni Malaysia dan Jerman.

Studi banding yang dimaksud adalah tentang upaya penanganan konten negatif di kedua negara itu.

"Kami sedang menyusun, mengombinasikan yang ada di sana dengan yang di kita. Untuk fake news dan hate speech, kami menggunakan referensi (aturan dari kedua negara) itu. Nah, kami tengah menyusun dan saat ini menggunakan pihak ketiga untuk membantu, misalnya perguruan tinggi," tutur Semmy di Jakarta, Jumat (3/8/2018) petang.

Lebih lanjut, Kemkominfo akan mengadopsi aturan yang ada di Malaysia dan Jerman terkait dengan pengendalian konten ilegal.

"Kami buat versinya Indonesia, ini nanti di level Permen--peraturan menteri--dan tidak tergabung dalam peraturan over the top (OTT)," ujarnya.

Menyoal kapan Permen yang dimaksud akan diterbitkan, Kemkominfo masih menunggu hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik di Indonesia. Dia menyebut, Permen ini merupakan turunan dari PP 82/2012.

"Begitu revisi PP ditandatangani presiden, kami langsung menerbitkan Permen (mengenai pengendalian konten ilegal). Sekarang diharmonisasi, intinya ururannya begitu PP ke luar barulah Permen," katanya.

Salah satu sanksi yang diterapkan dalam Pemen tersebut adalah tentang sanksi denda bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang melanggar ketentuan.

"Di PP sudah ada (sanksi denda) tetapi jumlahnya nggak bisa disebut berapa karena ini harus diatur berdasarkan PP lain, itu PP Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Nah, di PP PBNP, tentang denda administratif itu ada, karena masuknya ke penerimaan negara. Tidak bisa ditentukan tanpa aturan," tuturnya.

Kirim Tim ke Jerman dan Malaysia

Kemkominfo
Contoh pencarian dengan keyword terkait pornografi sudah tidak ditemukan di salah satu mesin pencari. Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani

Terkait upaya menangani konten negatif di media sosial, sebelumnya Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, membentuk tim khusus dan menugaskan mereka mengkaji eksistensi penerapan aturan berita palsu khususnya di media sosial di dua negara, Malaysia dan Jerman.

Sebelum tim ditugaskan, Kemkominfo menyebutkan telah melakukan komunikasi intensif terkait penerapan aturan ini bersama kedua negara, termasuk dengan para parlemennya.

Dalam keterangan resmi Kemkominfo kepada Tekno Liputan6.com, Sabtu (14/4/2018), Malaysia telah menyusun perundangan mengenai berita hoax dan ujaran kebencian di media sosial.

Melalui pertemuan dengan beberapa pihak, Tim Kemkominfo akan memastikan isu dan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan dan penerapan aturan tentang isu berita palsu, hoax dan ujaran kebencian di media sosial, serta perlindungan data pribadi, tulis keterangan resmi tersebut.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya