Liputan6.com, Jakarta - Apple belum lama ini mengumumkan pemangkasan proyeksi pendapatannya untuk kuartal I tahun fiskal 2019, yang berakhir pada 29 Desember 2018.
Proyeksi pendapatan dipangkas menjadi US$ 84 miliar atau sekitar Rp 1.198 triliun, dari awalnya berkisar antara US$ 89 miliar (sekitar Rp 1.270 triliun) dan US$ 93 miliar (sekitar Rp 1.327 triliun).
Dikutip dari The Wall Street Journal, Jumat (4/1/2019), CEO Apple Tim Cook, dalam keterangannya menyebut melemahnya penjualan iPhone di Tiongkok sebagai pemicu penurunan proyeksi pendapatan tersebut.
Advertisement
Hal ini sekaligus langkah yang tidak biasa, karena merupakan kali pertama Apple memangkas proyeksi pendapatan dalam 15 tahun terakhir.
Baca Juga
Langkah Apple ini dinilai menimbulkan kekhawatiran tentang prospek perusahaan di Tiongkok, yang merupakan pasar smartphone terbesar di dunia. Hampir 20 persen penjualan Apple berasal dari Tiongkok.
"Pendapatan iPhone yang lebih rendah daripada prediksi, khususnya di Tiongkok, menyebabkan penurunan semua pendapatan kami," tulis Cook dalam suratnya kepada para investor.
Mengutip laporan dari Reuters, Cook menegaskan tidak ada pengaruh pemerintah Tiongkok dalam masalah ini, meski mungkin ada sejumlah konsumen yang tidak memilih iPhone atau perangkat Apple lainnya karena merupakan produk perusahaan Amerika Serikat (AS).
AS dan Tiongkok saat ini sedang terlibat dalam perang dagang. Perselisihan kedua negara semakin ditambah dengan penangkapan salah satu petinggi Huawei beberapa waktu lalu.
"Masalah yang jauh lebih besar adalah melemahnya ekonomi Tiongkok, dan tensi perdagangan juga semakin menekan," tutur Cook.
Cook juga menyoroti tantangan perusahaan di sejumlah pasar berkembang utama. Namun, memang Tiongkok memberikan dampak besar.
"Faktanya, sebagian besar kekurangan pendapatan merujuk pada kinerja kami, dan lebih dari 100 persen penurunan pendapatan global year-over-year, terjadi di Tiongkok, mencakup iPhone, Mac, dan iPad," ungkapnya.
Isu Melemahnya Penjualan Apple
Persoalan pemangkasan ini dinilai tidak begitu mengejutkan, jika mengingat langkah yang diambil Apple beberapa waktu lalu.
Perusahaan pada November 2018, mengatakan tidak akan lagi mengumumkan data penjualan iPhone dan produk hardware lainnya. Langkah ini membuat banyak investor khawatir tentang penurunan penjualan iPhone.
Selain itu, penjualan beberapa produsen komponen yang jadi mitra Apple juga diprediksi melemah.
Pada November 2018, Cook mengungkapkan pertumbuhan di pasar berkembang melemah, seperti Brasil, India, dan Rusia, karena lebih rendah daripada estimasi kuartal I perusahaan. Namun kala itu, Cook mengatakan tidak akan menempatkan Tiongkok dalam kategori negara dengan pertumbuhan bermasalah.
Pernyataan Cook itu terjadi sebelum terjadi perubahan dalam ekonomi Tiongkok, yang disebabkan tensi perdagangan dengan AS.
Advertisement
Produsen Mobil Juga Terancam
Apple bukan satu-satunya yang merasa bisnisnya terancam di Tiongkok. Produsen mobil seperti Ford Motor Co, Hyundai Motor Co, dan Nissan Moto Co, sebelumnya dilaporkan berencana memangkas produksi di negara tersebut.
Kendati demikian, Apple tetap menjalankan strategi "barang mahalnya" di Tiongkok, meski ada resiko perlambatan ekonomi.
"Pertanyaan dari investor adalah sejauh mana harga agresif Apple telah memperburuk situasi ini, dan apa artinya ini bagi kekuatan harga jangka panjang perusahaan dalam waralaba iPhone," kata analis Atlanti Equities, James Cordwell.
Berdasarkan kuartal akhir fiskal 2018 Apple yang berakhir pada 29 September, penjualan iPhone tidak mengalami pertumbuhan dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, pendapatan iPhone naik 18 persen menjadi US$ 166,7 miliar, dan hal ini berkat harga jual yang semakin mahal.
(Din/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: