Liputan6.com, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, pada 20 April 2023 alias jelang Lebaran tahun ini, fenomena alam Gerhana Matahari Hibrida bakal menyambangi Indonesia.
Andi Pangerang dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional di laman Edukasi Sains Antariksa menyebut, Yogyakarta akan jadi ibukota provinsi yang paling awal mengalami gerhana matahari sebagian.
Baca Juga
Merujuk laman BRIN tersebut, awal sebagian dari gerhana akan terjadi pada pukul 09.26.41 WIB dengan puncak gerhana di 10.48.46 WIB dan akhir sebagian 12.16.17, dan berdurasi 2 jam 50 menit dengan obskurasi 52,59 persen.
Advertisement
Sementara Medan, menjadi ibukota provinsi yang paling awal mengakhiri gerhana matahari sebagian dengan awal sebagian pada 10.13.09 WIB, puncak gerhana 10.50.18 WIB, akhir sebagian 11.28.54 WIB, dengan durasi 1 jam 15 menit.
Lalu Jayaputra, akan jadi ibukota provinsi yang paling akhir memulai, sekaligus mengakhiri Gerhana Matahari Sebagian.
Awal sebagian dari gerhana matahari 2023 di Jayapura berlangsung pada 12.29.42 WIT, puncak gerhana 14.04.57 WIT, akhir sebagian 15.30.54 WIT, dengan durasi 3 jam 1 menit
Meski begitu, Gerhana Matahari Sebagian di 20 April 2023 tidak dialami di lima kabupaten/kota di Provinsi Aceh yaitu Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Pidie.
Lokasi Gerhana Matahari Total
Untuk lokasi gerhana matahari total dalam gerhana matahari hibrida, berikut ini wilayahnya dan waktu terjadinya puncak gerhana, yang semuanya dalam WIT.
- Pulau Kisar: 13.23.09
- Pulau Maopora: 13.25.05
- Pulau Damar: 13.28.25
- Pulau Watubela: 13.40.49
- Kepulauan Antalisa: 13.45.14
- Randepandai: 13.50.32
- Roswar: 13.51.45
- Pulau Num: 13.54.45
- Wooi: 13.55.08
- Serui: 13.55.08
- Biak Kota: 13.57.18
Apa Itu Gerhana Matahari Hibrid?
Mengutip laman resmi BRIN, Rabu (12/4/2023), Gerhana Matahari Hibrida terjadi ketika dalam satu waktu fenomena gerhana, ada daerah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan ada juga yang mengalami Gerhana Matahari Cincin.
Kejadian tersebut disebabkan oleh kelengkungan Bumi. Indonesia sudah mengalami beberapa gerhana matahari yaitu di 1983 terjadi Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Cincin di 2019, dan Gerhana Matahari Total di 2016.
Menurut BMKG, Gerhana matahari hibrida terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris, sehingga di suatu tempat tertentu terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari dan tempat tertentu lainnya terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan Matahari.
Akibatnya, saat puncak gerhana di suatu tempat tertentu, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya, sedangkan di tempat tertentu lainnya, Matahari seakan-akan tertutupi Bulan.
Â
Advertisement
Proses Terjadinya Gerhana Matahari Hibrid
Gerhana matahari hibrid terdiri dari dua tipe gerhana yaitu gerhana matahari cincin dan gerhana matahari total. Selain itu, Terdapat tiga macam bayangan Bulan yang terbentuk saat gerhana matahari hibrid yaitu antumbra, penumbra, dan umbra.
Di wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati berupa gerhana matahari cincin. Sementara di wilayah yang terkena penumbra, gerhana yang teramatinya berupa Gerhana Matahari Sebagian. Kemudian di daerah tertentu lainnya yang terlewati umbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Total.
Gerhana matahari 2023 yang merupakan Gerhana Matahari Hibrida pada 20 April mendatang, akan berlangsung selama 3 jam 5 menit, mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik.
Jika diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39 persen.
Â
Jangan Lihat Gerhana Matahari Secara Langsung
Dalam Gelar Wicara Gerhana Matahari Hibrida 2023 beberapa waktu lalu, yang diselenggarakan oleh Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Premana W. Premadi, pengajar di Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), memberikan saran jika ingin mengamati gerhana matahari.
Yang pasti, kata Premadi, jangan sekali-kali melihat secara kasat mata atau langsung, ke arah matahari maupun fenomena yang menyertainya seperti Gerhana Matahari.
"Apalagi jika menggunakan peranti optis seperti binokuler atau teleskop, harus disertai dengan filter khusus matahari (solar filter)," kata mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB tersebut.
"Pengamatan tanpa filter matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan," imbuhnya.
Advertisement