Liputan6.com, Jakarta - Berat sekali perjalanan haji tahun ini. Belum kering air mata menangisi ambruknya crane di Masjidil Haram, Mekah. Belum kering pula bibir dari lantunan doa bagi para korban musibah itu.
Kini musibah kembali terjadi di Tanah Suci. Musibah yang tak kalah mengerikan dengan korban yang jauh lebih banyak.
Kamis pagi lalu, 24 September, ketika umat Islam di seluruh dunia bersukacita merayakan Hari Raya Iduladha, ratusan jemaah haji meregang nyawa di Mina.
Advertisement
Hari itu, sehari setelah mengikuti wukuf, yang merupakan puncak haji, ribuan jemaah haji terjebak dalam arus lautan manusia di Mina, sekitar 5 kilometer dari Mekah.
Pagi itu sekitar pukul 08.00 waktu setempat, ratusan ribu jemaah haji bergerak dari tenda-tenda mereka menuju jamarat untuk melontar jumrah aqabah. Namun di Jalan Al Arab 204, salah satu jalan menuju jamarat, arus manusia itu tidak berjalan lancar.
Di titik sekitar 1,5 km menjelang jamarat, arus manusia itu tersendat setelah sekelompok jemaah asal Afrika tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Entah kenapa.
Ada yang menyebut, mereka bahkan berjalan melawan arah. Akibatnya, terjadi penumpukan beribu-ribu manusia, karena jemaah yang berada di barisan belakang terus mendorong jemaah di depan.
Ribuan jemaah itu saling berdesakan dan saling injak saat berusaha keluar dari situasi itu. Akibatnya, ratusan orang tak bisa bertahan, terutama perempuan dan orang tua.
Hingga Kamis malam, jumlah korban wafat 717 orang dan 863 orang terluka. Sebagian besar korban adalah jemaah haji asal Afrika dan negara-negara Timur Tengah.
Jalan Arab 204 bukan jalur yang biasa dilalui oleh jemaah haji Indonesia untuk menuju jamarat. Tapi nyatanya, ada juga jemaah Indonesia yang terjebak dalam musibah itu. Hingga kamis malam, jemaah Indonesia yang wafat 3 orang, seorang lainnya dalam kondisi kritis di Rumah Sakit An Nur, Mekah.
Adanya jemaah Indonesia yang berjalan menuju jamarat untuk melontar jumrah di pagi hari, dan akhirnya menjadi korban musibah Mina, memunculkan dugaan ketidakdisiplinan.
Pasalnya, panitia perjalanan haji sebenarnya sudah melarang jemaah Indonesia melontar jumrah tanggal 10 Zulhijah pada jam 08.00 sampai jam 11.00, karena saat itu adalah saat terpadat orang melontar jumrah.
Prosesi haji tahun 1436 Hijriah, atau tahun 2015 ini memang sungguh berat. Di awal musim haji, badai pasir dahsyat menyambut kedatangan jemaah di Jeddah dan Mekkah.
Kemudian, 11 September lalu, petaka itu pun terjadi. Saat angin kencang disertai hujan lebat melanda Mekah, alat derek atau crane proyek perluasan Masjidil Haram ambruk dan menimpa masjid suci itu.
111 Jemaah calon haji wafat dan ratusan lainnya luka-luka. 11 Di antara korban tewas adalah jemaah asal Indonesia.
Detik-detik menjelang puncak ritual haji yaitu wukuf, cobaan itu datang lagi. Angin kencang merobohkan tenda-tenda jemaah haji di Padang Arafah.
Sangat disyukuri tak ada korban jiwa akibat kejadian ini.
Saksikan selengkapnya dalam tayangan Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (26/9/2015) di bawah ini. (Nda)