Potret Menembus Batas: Sunda Colugo dari Ujung Jawa

Tando tidak memiliki sayap, namun di antara 4 kakinya, dihubungkan oleh selaput khusus.

oleh Liputan6 diperbarui 02 Nov 2015, 02:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2015, 02:00 WIB
Potret Menembus Batas: Sunda Kalugo dari Ujung Jawa
Tando tidak memiliki sayap, namun di antara 4 kakinya, dihubungkan oleh selaput khusus.

Liputan6.com, Jakarta - Malam baru saja hadir di kawasan Menes, Pandeglang, Banten. Hiruk pikuk kehidupan siang seperti punah sesaat.

Suara semangat jangkrik jantan memanggil betina mulai mendominasi gelap. Binatang-binatang malam hari ini kembali mencicipi surganya.

Sinar senter kami menembus gelap untuk menemui tando, binatang khas dataran Sunda, yang bahkan di dunia ilmu pengetahuan ia diberi nama Sunda Colugo.

Menes adalah sebuah sudut di ujung barat Pulau Jawa. Hidup di kawasan ini seperti mendapat banyak anugerah dari Tuhan yang maha kuasa.

Tanaman yang ditancapkan warga untuk penghidupan, tumbuh dengan kesehatan penuh. Tanaman yang harusnya tumbuh menjulang seperti kelapa, randu, durian, hingga mangga, bebas menggapai matahari dan mencakar langit.

Tanaman yang rendah juga terlindung dengan baik. Kebutuhan air untuk menopang ini semua sangat berlimpah di sini. Inilah kawasan yang di idam-idamkan fauna penghuni hutan tropis.

Tentu saja cadangan makanan di sini berlimpah, tempat berteduh pun tak ada kesulitan.

Kemewahan ini bagi Sunda Colugo, atau masyarakat setempat menyebutnya tando, adalah peluang besar untuk bertahan hidup.

Makanan favorit tando seperti pucuk-pucuk daun, calon-calon buah yang baru saja tumbuh, betul-betul berlimpah.

Bahkan kebiasaan mencari makanan dengan cara melayang dari satu pohon ke pohon lain, sama sekali tak ada hambatan. Jumlah pohon yang menjulang tinggi cukup banyak.

Tando tidak memiliki sayap, namun di antara 4 kakinya, dihubungkan oleh selaput khusus dan menyatu dengan tubuhnya. Selaput inilah yang akan membuat dirinya melayang, saat melompat dari pohon tinggi yang satu ke pohon yang lain.

Dan perilaku ini tampak seperti sebuah atraksi.

Sunda Colugo atau tando telah lama mendiami kebun-kebun warga. Si ahli terbang layang ini sudah dianggap seperti keluarga bagi warga Menes.

Ketika warga menjalankan aktivitas, meski binatang malam, terkadang tando juga melayang-layang di siang hari.

Bagi anak -anak desa, aksi terbang layang tando menjadi tontonan yang menyenangkan. Ke mana tando berpindah, anak-anak akan mengikuti untuk sekadar menyaksikan atraksinya.

Saksikan selengkapnya dalam tayangan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (1/11/2015), di bawah ini. (Nda/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya