Liputan6.com, Jakarta Perusahaan tambang asal Inggris Churchill Mining Plc telah menurunkan gugatan ganti rugi dari US$ 2 miliar menjadi US$ 1,05 miliar ke pemerintah Indonesia.
Menurut Bupati Kutai Timur Isran Noor, hal itu menunjukkan ketidakyakinan Churchillmemenangkan gugatan.
"Mungkin mereka tidak yakin (menang)," kata Isran dalam konferensi pers di kantor APKASI, International Financial Center, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Isran meyakini pemerintah Indonesia bakal memenangkan gugatan tersebut. Pasalnya, investasi Churchill di Indonesia ilegal. Churchill tidak pernah mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur hanya menerbitkan IUP untuk Ridlatama Grup, bukan Churchill.
Dia juga menilai Ridlatama Grup yang menjual sahamnya ke Churcil telah melanggar Peraturan Penanaman Modal Asing (PMA) yang melarang kepemilikan Izin Usaha Pertambangan ke pihak asing.Atas dasar itulah, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur mencabut izin kuasa pertambangan.
"Kami sudah siap bahan dokumen siap, banyak, tadi bukti-bukti Undang-Undang PMA perusahaan asing tidak boleh dimilik asing yang boleh kontrak karya, PKP2B, Ridlatama dimilik 75%," ungkapnya.
Isran menegaskan, pihak Indonesia tidak akan menempatkan diri pada posisi bersalah, sehingga dia tidak mau menyebutkan dari mana asal keuangan jika gugatan Churchill tersebut dikabulkan.
"Saya tidak kalah, jangan menempatkan diri saya nggak mau bersikap menempatkan posisi kita di bawah orang lain," ungkapnya.
Seperti diketahui, Churchill menggugat pemerintah Indonesia sebesar US$ 2 miliar karena tidak puas dengan pencabutan izin pertambangan batu bara di Kutai Timur oleh Bupati Isran Noor.
Pencabutan izin itu karena diduga perusahaan itu melakukan pelanggaran ketentuan kehutanan dengan adanya keterangan dari Menteri Kehutanan (Menhut) yang menyatakan kegiatan perusahaan ini dilakukan di atas Kawasan Hutan Produksi.