Liputan6.com, Jakarta PT Bukit Asam Tbk (PTBA), anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, berhasil mempertahankan kinerja positif sepanjang tahun 2024, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan pasar dan penurunan harga komoditas.
Melansir keterangan resmi Perseroan, Rabu (9/4/2025), pada periode tersebut, PTBA mencatat pendapatan sebesar Rp42,76 triliun, tumbuh 11 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan pendapatan ini turut mendorong laba bersih perusahaan menjadi Rp5,10 triliun, dengan EBITDA mencapai Rp8,30 triliun. Total aset perusahaan per 31 Desember 2024 juga meningkat 8 persen secara tahunan menjadi Rp41,79 triliun.
Baca Juga
Peningkatan pendapatan ini sebagian besar ditopang oleh kenaikan volume penjualan batu bara, terutama dari ekspor yang mencapai 20,26 juta ton atau naik 30 persen dibanding tahun sebelumnya.Â
Advertisement
Penjualan domestik pun mengalami kenaikan sebesar 6 persen secara tahunan menjadi 22,64 juta ton. Secara keseluruhan, total penjualan batu bara sepanjang 2024 mencapai 42,89 juta ton atau tumbuh 16 persen yoy. Meskipun pasar domestik masih mendominasi penjualan dengan porsi 53 persen, porsi ekspor meningkat dan kini mencakup 47 persen dari total penjualan.
Realisasikan Capex Rp 2,35 Triliun
Sepanjang tahun 2024, PTBA juga berhasil merealisasikan belanja modal (capex) sebesar Rp2,35 triliun, meningkat 17 persen dibanding tahun sebelumnya. Belanja modal ini difokuskan pada pengembangan bisnis strategis, salah satunya proyek pengembangan jalur angkutan batu bara Tanjung Enim Keramasan.
Capaian ini diperoleh di tengah tekanan harga batu bara yang mengalami koreksi cukup signifikan. Rata-rata indeks harga batu bara ICI-3 turun 12 persen secara tahunan dari USD84,76 per ton pada 2023 menjadi USD74,19 per ton di 2024.Â
Â
Harga Batu Bara
Sementara itu, indeks harga batu bara Newcastle terkoreksi lebih dalam sebesar 22 persen secara tahunan menjadi USD134,85 per ton pada 2024, dari sebelumnya USD172,79 per ton di 2023.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, PTBA terus memaksimalkan potensi pasar dalam negeri serta mengejar peluang ekspor guna menjaga kinerja perusahaan.Â
Strategi cost leadership juga tetap menjadi fokus utama di seluruh lini usaha. Hal ini tercermin dari pengendalian efisiensi operasional, salah satunya melalui nisbah kupas (stripping ratio) yang dijaga pada level 6,23x sepanjang 2024 masih di bawah target perusahaan sebesar 6,44x.  Â
Advertisement
Tarif Royalti Minerba Bakal Diubah, Bagaimana Nasib Emiten Batu Bara Dkk?
Sebelumnya, Kementerian ESDM berencana melakukan amandemen royalti mineral dan batu bara (minerba). Dalam rancangan tersebut, pemerintah akan menaikkan tarif royalti bagi sejumlah komoditas mineral, seperti nikel, tembaga, hingga emas.
Dalam skema kontrak Izin Usaha Pertambangan (IUP), tarif royalti akan mengalami kenaikan sebesar 1 persen untuk batu bara dengan kadar kalori hingga 4.200 serta yang berada di kisaran lebih dari 4.200 hingga 5.200, apabila Harga Batubara Acuan (HBA) mencapai atau melebihi USD 90 per ton.
Hal yang sama berlaku untuk kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), di mana tarif royalti naik sebesar 1 persen untuk kategori kalori yang sama ketika HBA mencapai batas tersebut. Namun, khusus untuk Penerimaan Hasil Tambang (PHT) pada batu bara dengan kalori dan HBA serupa, tarifnya justru mengalami penurunan sebesar 1 persen.
Sementara itu, dalam kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang merupakan perpanjangan dari PKP2B, pemerintah akan melakukan perubahan pada rentang tarif yang berlaku. Selain itu, terdapat rencana penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) bagi perusahaan pemegang kontrak IUPK, dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 22 persen menjadi mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku.
"Jika (amandemen) disahkan, kami menilai usulan ini berpotensi menekan kinerja emiten produsen batu bara yang beroperasi dengan izin IUP seperti Bukit Asam (PTBA) dan PKP2B seperti Indo Tambangraya Megah (ITMG)," kata Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani dalam risetnya, Selasa (11/3/2025).
Â
Bijih Tembaga dan Feronikel
Selain itu, kenaikan tarif royalti untuk komoditas metal juga berpotensi menekan kinerja emiten produsen mineral seperti Vale Indonesia (INCO), Trimegah Bangun Persada (NCKL), Aneka Tambang (ANTM), Bumi Resources Minerals (BRMS), dan Amman Mineral Internasional (AMMN).
Berdasarkan rencana penyesuaian tersebut, komoditas yang akan mengalami kenaikan royalti paling tinggi adalah bijih tembaga dan feronikel. "Dengan harga tembaga sebesar USD 9.362 per ton pada Maret 2025, royalti bijih tembaga berpotensi naik 3x lipat dari 5 persen menjadi 15 persen, sementara royalti feronikel naik 150 persen dari 2 persen menjadi 5 persen," beber Hendriko.
Sementara itu, untuk produsen batu bara dengan kontrak IUPK, kami menilai bahwa wacana penyesuaian rentang tarif berpotensi meningkatkan kinerja emiten terkait, mengingat HBA per Maret 2025 sebesar US$128/ton. Emiten produsen batu bara yang beroperasi dengan kontrak IUPK adalah Bumi Resources (BUMI), Indika Energy (INDY), dan Adaro Andalan Indonesia (AADI).
Advertisement
