Tak Kunjung ada Perbaikan Infrastruktur, Produsen Air Minum Pilih Jadi Pedagang

Kendala industri air minum dalam kemasan yang belum ada perbaikan dan kenaikan harga bahan baku telah memberatkan pengusaha air minum.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Mar 2014, 10:35 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2014, 10:35 WIB
air-minum-kemasan-140118b.jpg

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha air minum dalam kemasan mengeluhkan beberapa hal yang dianggap menjadi penghambat pertumbuhan sektor industri tersebut. Hambatan ini bahkan telah terjadi sejak lama dan belum juga ada perbaikan yang signifikan.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), Hendro Baroeno mengatakan, salah satu hambatan tersebut seperti buruknya infrastruktur yang membuat arus distribusi air minum dari sumber mata air ke tempat pengolahan serta konsumen memakan waktu lama.

Dia mencontohkan, hambatan infrastruktur ini banyak terjadi di Jawa dan Sumatera, yang notebene-nya banyak memiliki sumber mata air.

"Misalnya saja Sukabumi-Jakarta, jaraknya tidak begitu jauh tetapi bisa memakan waktu hingga enam jam, akibat jalan yang rusak atau banjir. Ini kan menghambat," ujar Hendro di Jakarta, seperti ditulis Kamis (13/3/2014).

Kendala lain yang berpotensi dihadapi pengusaha yaitu rekomendasi bea masuk anti dumping hingga 18% untuk impor bahan baku plastik pada 2014.

Meski hal tersebut masih dalam tahap pembahasan di Kementerian Perdagangan, namun dia menilai akan sangat merugikan pengusaha makanan dan minuman terutama air minum dalam kemasan.

Menurut Hendro, hal ini juga menjadi dilema bagi Kementerian Perindustrian yang bertanggung jawab terhadap industri hulu dan hilir, industri di sektor hulu, dalam hal ini pengolahan plastik membutuhkan perlindungan.

Namun sisi lain di sektor hilir, atau industri minuman juga menyerap lebih banyak tenaga kerja. Keputusan bea masuk tersebut akan memberatkan tidak hanya industri minuman tetapi juga industri makanan dengan skala menengah ke bawah.

 

"Jika tetap diterapkan 4% seperti yang dianjurkan Kementerian Perindustrian, tetap akan memberatkan pada industri Mamin menengah ke bawah," jelas Hendro.

Hendro memperkirakan, jika aturan tersebut diberlakukan maka impor bahan baku akan terhenti sekitar 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun. Hal tersebut mau tidak mau membuat industri minuman dalam negeri terpaksa menaikkan harga, karena kenaikan biaya produksi.

"Kalau situasinya demikian, banyak pelaku usaha yang lebih memilih menjadi pedagang, karena lebih menguntungkan. Industrinya akan terhambat," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya