AS Kaji Cabut Larangan Ekspor Minyak Mentah

Amerika Serikat (AS) kini tengah meninjau kembali undang-undang federal yang melarang pengiriman minyak mentah ke negara lain.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 14 Mei 2014, 10:36 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2014, 10:36 WIB
Harga Minyak
(foto:xinhua)

Liputan6.com, Washington - Jika sejak awal tahun lalu Indonesia melarang ekspor mineral mentah, maka Amerika Serikat (AS) mengambil langkah berbeda dengan meninjau kembali Undang-undang  (UU) federal yang melarang pengiriman minyak mentah ke negara lain. Langkah yang diprediksi akan mengakhiri kebijakan selama puluhan tahun itu menyebabkan campur tangan politik di Washington dan menggoyang pasar minyak global.

Seperti dilansir dari Wall Street Journal, Rabu (14/5/2014) Menteri Energi AS Ernest Moniz mengatakan, jumlah pasokan minyak domestik yang meningkat sangat cepat akan sulit untuk disuling secara lokal. Kondisi inilah yang kemudian memicu kembali peraturan berusia 40 tahun yang melarang ekspor sebagian besar minyak mentah AS.

"Karakter minyak yang kami produksi mungkin tidak lagi cocok dengan kapsitas penyulingan kami sekarang," ungkap Moniz.

Pernyataan tersebut senada dengan apa yang dilontarkan penasehat senior Presiden Barack Obama John Podesta pekan lalu. Podesta mengatakan akan terjadi pergeseran kebijakan dalam enam bulan ke depan.

Sementara itu, Moniz menjelaskan perubahan kondisi di dunia energi juga menyebabkan pentingnya perlakuan yang berbeda di bidang tersebut.

"Terdapat banyak sekali persoalan di bidang energi yang membutuhkan analisa serta kajian baru dalam konteks sekarang di mana dunia energi tak lagi seperti era 1970-an," terang Moniz.

Harga minyak AS langsung melonjak hanya selang beberapa jam setelah Moniz melemparkan pernyataannya. Harga minyak mentah di New York Mercantile Exchange naik ke level tertinggi sejak 24 April di level US$ 101,7 per barel.

Dalam beberapa tahun terakhir, produksi minyak AS terus meningkat berkat teknologi hydraulic-fracturing yang dikembangkannya. Bahkan menurut International Energy Agency (Badan Energi Internasional) memprediksi AS menjadi produsen minyak terbesar dunia pada 2020.

Sekadar informasi, pada 1970-an, Kongres AS menerbitkan larangan ekspor terhadap sebagian besar jenis minyak mentah dari negaranya. Peraturan itu menyebabkan banyak gangguan di pasar energi domestik dan global. Tak hanya itu, kondisi tersebut juga menurunkan harga minyak mentah AS jika dibandingkan dengan hasil produksi negara-negara lain.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya