Liputan6.com, Jakarta - Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pemerintah diminta untuk bisa mengatasi masalah kesenjangan harga (disparitas) produk pada masing-masing wilayah di Indonesia.
Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memiliki tingkat disparitas tertinggi.
"Kalau mau masuk MEA, maka harga-harga di sini harus sama. Seperti Singapura dan Malaysia yang dari ujang ke ujung itu harganya sama," ujarnya dalam Seminar Nasional Realestate Indonesia(REI) di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Dia menjelaskan, disparitas harga ini terbentuk akibat ketersediaan infrastruktur dan transportasi yang mampu melayani logistik ke seluruh wilaya Indonesia.
"Akibat hal ini, lebih murah harga jeruk mandarin dari pada jeruk medan. Kalau harga jeruk medan Rp 3.400, harga jeruk mandari cuma Rp 3.200. Bongkar muat barangnya saja disini sampai makan waktu 2 minggu, itu yang dikeluhkan" lanjut dia.
Dia juga menyoroti mahalnya biaya bongkar untuk barang-barang Indonesia yang diekspor. Bahkan Indonesia menjadi yang termahal ketiga di antara negara ASEAN setelah Kamboja, Brunei Darussalam. Hal ini yang membuat produk Indonesia kalah dalam hal daya saing.
"Sedangkan biaya barang impor di Indonesia menjadi yang termurah ketiga setelah Singapura dan Malaysia. Jadi kalau mau dijual keluar produk kita menjadi yang termahal ke-3. Sedang barang impor kesini jadi yang termurah ke-3," jelas dia.
Faisal menyatakan, meski kedua kandidat calon presiden (capres) sama-sama punya visi misi dalam bidang maritim, namun misi soal pembangunan tol laut yang digagas oleh capres nomo urut 1, Joko Widodo menjadi yang paling realistis
"Tuhan memberikan kita wilayah lautan yang luas, itu yang harus dimanfaatkan. Tidak perlu ada pembebasan lahan," tandas dia. (Dny/Nrm)