Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus melakukan renegosiasi harga gas alam cair (LNG) Tangguh dengan pembeli asal Fujian, China. Pasalnya harga jual LNG yang diproduksi dari kilang yang berada di Teluk Bituni, Papua tersebut dianggap terlalu murah.
Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kontrak jual beli LNG yang diteken pada 2002 tersebut dipatok dengan harga yang cukup rendah yaitu US$ 2,7 per juta british thermal unit (mmbtu). Murahnya harga gas telah memangkas pemasukan yang seharusnya masuk ke kas negara.
"Tahun 2012 saya mengingatkan Pemerintah Tiongkok bahwa negosiasi harga gas Tangguh penting untuk keadilan. Indonesia tak ingin merugi," kata SBY salam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Untuk itu, hingga saat ini pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung terus berjuang dan melakukan renegosisasi kontrak tersebut hingga mencapai titik keadilan.
"Kami menghormati kontrak tapi selalu ada peluang renegosiasi dan saya bersyukur mendapatkan kabar baik ada perubahan harga yang signifikan dan bisa menjadikan lompatan penerimaan negara naik 400% dan itu dirasa lebih adil," paparnya.
Dalam rapat terbatas tersebut, turut hadir sejumlah menteri Kabinet Bersatu Jilid II seperti Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri ESDM Jero Wacik, Menteri Pertanian Suswono, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Menteri Bappenas Armida Alisyahbana, dan Kapolri Komjenpol Sutarman. (Yas/Ndw)