Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kelautan menjadi UU pada Sidang Paripurna DPR ke-10 menjadi tonggak sejarah baru dalam pengelolaan laut di Indonesia. UU Kelautan ini merupakan yang pertama kalinya setelah 69 tahun Indonesia merdeka.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo mengungkapkan UU Kelautan ini adalah produk hukum pertama yang dihasilkan DPR bersama pemerintah dan DPD RI.
"Ini pertama kalinya Indonesia punya UU Kelautan setelah Indonesia merdeka selama 69 tahun," tegas dia dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, yang ditulis Selasa (30/9/2014).
Hal ini, kata Sharif, merupakan langkah maju bangsa Indonesia sekaligus menandai dimulainya kebangkitan Indonesia sebagai bangsa bahari yang tengah bercita-cita menjadi negara maritim.
UU Kelautan, sambung Sharif, menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut secara komprehensif dan terintegrasi. Kehadirannya semakin mempertegas keterpaduan kebijakan dan peraturan yang ada, sehingga pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana secara nyata.
"UU Kelautan sangat diperlukan agar kebijakan nasional pengelolaan laut terintegrasi. UU ini tidak tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada," tambah dia.
Pentingnya UU Kelautan bagi Indonesia, dia menyebut, pertama, Indonesia merupakan penggagas konsepsi negara kepulauan berciri nusantara. Deklarasi Djuanda 1957 adalah tonggak sejarah pertama perjuangan diplomasi menuju pengaduan Indonesia.
Kedua, UU ini mendesak dimiliki Indonesia karena negara ini sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang mengandung potensi ekonomi, keanekaragaman hayati dan budaya bahari. "Potensi ekonomi kelautan Indonesia ditaksir mencapai US$ 1,2 triliun per tahun," ujar Sharif.