Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Jepang menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi (EPA) yang mencakup isu liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta isu "WTO-plus sejak 2007. Peneliti dan Penulis Buku "Dalam Bayangan Matahari Terbit", Shanti Darmastuti, perjanjian tersebut perlu untuk dikaju ulang karena dianggap lebih banyak merugikan Indonesia.
"EPA perlu ditinjau ulang karena upaya peningkatan ekspor produk Indonesia ke Jepang terhambat non tariff barriers khususnya standarisasi produk. Jadi tetap saja produk kita susah masuk ke Jepang," papar dia di Jakarta, Jumat (24/10/2014).
Pemerintahan baru, dijelaskan Shanti, perlu melakukan negosiasi lebih kuat dengan pemerintah Jepang supaya kebijakan non tarrif barriers dapat diminimalisir.
"Klausul ini merugikan kita di sektor perdagangan, tenaga kerja dan lainnya. Butuh sertifikasi dan standarisasi yang belum bisa dipenuhi Indonesia. Kita cuma ekspor sejumlah produk dan tenaga kerja, tapi hasilnya tidak ada," tegas dia.
Contohnya, di bidang tenaga kerja terampil terutama perawat. Diakui Shanti, beberapa tahun lalu, dari 500 perawat yang mengikuti seleksi hanya dua orang yang lolos dan bekerja di Jepang.
Dijelaskan dia, hal ini terjadi karena perawat Indonesia yang berniat bekerja di Jepang harus menguasai bahasa Jepang dan memenuhi standar kompetensi yang diinginkan pihak Jepang. Sayang standar perawat Indonesia masih di bawah kriteria.
"Dengan adanya perawat asing, Rumah Sakit di Jepang harus membayar biaya-biaya tambahan sehingga membengkakkan pengeluaran mereka. Ini juga yang jadi pertimbangan mempekerjakan perawat asing," keluhnya.
Shanti mengimbau pemerintah baru untuk menindak tegas segala bentuk ketidakadilan dalam perjanjian kerja sama antara Indonesia-Jepang. Tindakan tegas pernah dilakukan pemerintah Malaysia saat pemerintah Negeri Sakura itu melanggar perjanjian.
"Sepertinya langka sekali Jepang mau berbaik hati mentransfer teknologi dan membangun capacity building yang justru nggak pernah terlihat sejak IJEPA diteken. Malaysia saja bisa menindak tegas dengan memutuskan perjanjian ketika mereka tak pernah mendapati transfer teknologi dari Jepang, lalu akhirnya gandeng Eropa. Kenapa kita nggak bisa," tukas Shanti. (Fik/Gdn)
Jokowi Diminta Kaji Ulang Kerjasama Ekonomi Dengan Jepang
Pemerintahan Jokowi perlu melakukan negosiasi lebih kuat dengan pemerintah Jepang supaya kebijakan non tarrif barriers dapat diminimalisir.
diperbarui 24 Okt 2014, 21:18 WIBDiterbitkan 24 Okt 2014, 21:18 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
PRT Kamboja Dideportasi dari Malaysia Gegara Kritik Pemerintah
Kumpulan Hoaks yang Beredar Lewat WhatsApp, Simak Daftarnya
Kartu Ka Gi Ni, Inovasi Edukasi Kesehatan Gigi untuk Anak Tuli
Thailand Tak Lagi Murah Buat Jalan-jalan, Apa yang Terjadi?
Hari Batik Nasional di Garut, Perajin Batik Berharap Naik Kelas
Jadwal dan Link Live Streaming MotoGP Jepang 2024, Sabtu 5 Oktober 2024 di Vidio: Kualifikasi dan Sprint Race
Kebijakan Ganjil Genap Jakarta: Pengecualian Akhir Pekan dan Panduan Lengkap bagi Pengendara
Jadikan Diri Kelinci Percobaan, Mahasiswa Ini Makan 720 Telur Ayam Sebulan
Heboh, Baek Yerin Tuduh Lagu OST Ha Sung Woon Jiplak Karyanya hingga Sindir Terang-terangan di Instagram
Brand Kosmetik Lokal Luncurkan Serum Skin Barrier yang Pemakaian Salah Satu Bahannya Disunahkan dalam Islam
Kampanye, Cagub-Cawagub Sultra ASR-Hugua Tawarkan 8 Program Unggulan Ini ke Warga
Top 3 Islami: Amalan Datangkan Rezeki Tak Disangka Abah Guru Sekumpul, Kisah Kiai Bangun Rumah Modal Segenggam Pasir dari Gus Dur