Malaysia Tuai Untung dari Wabah Ebola

Malaysia sudah merambah industri hilirisasi berbasis karet dengan memproduksi sarung tangan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Des 2014, 08:49 WIB
Diterbitkan 11 Des 2014, 08:49 WIB
Ilustrasi Virus Ebola
Ilustrasi Virus Ebola (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Virus ebola atau demam berdarah ebola yang melanda negara Afrika membawa berkah bagi salah satu produsen karet terbesar di dunia, Malaysia. Namun Indonesia sebagai pemain utama di komoditas karet tak mampu mengambil peluang itu karena industri manufaktur berbasis karet belum tersentuh.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengaku, permintaan sarung tangan Malaysia dari Afrika sangat besar ketika wabah virus ebola merebak. Ini karena Negeri Jiran itu sudah merambah industri hilirisasi berbasis karet dengan memproduksi sarung tangan.

"Malaysia mendapat berkah karena sudah masuk industri sarung tangan berskala besar. Tahu-tahu di Afrika terjadi ebola. Jika penyakit yang berbahaya atau sifatnya menular, pasti semua butuh sarung tangan sehingga permintaannya tinggi sekali," terang dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (11/12/2014).

Sayang, Indonesia tertinggal. Padahal, kata Bambang, selain Malaysia, industri karet terbesar di dunia adalah Indonesia dan Thailand. Namun negara ini masih terlena dengan ekspor komoditas karet mentah.

"Kita tidak bisa lagi bergantung pada 65 persen ekspor komoditas, apakah tambang atau perkebunan. Jadi harus ada nilai tambahnya, jangan bahan mentah yakni mengembangkan industri manufaktur berbasis sumber daya alam atau hilirisasi," tegas dia.

Menurut dia, produksi sarung tangan memberikan nilai tambah sekaligus lebih stabil harganya dibandingkan harga karet mentah. Volatilitas harga pun tidak terlalu tajam seperti komoditas tersebut.

"Harga sarung tangan memang naik turun, tapi volatilitasnya tidak se-volatile harga karet. Di mana petani karet akhir-akhir ini pasti dalam kondisi berat. Di Thailand saja, petani karetnya mau protes karena harga di dunia sangat rendah, apalagi ada karet sintetis yang harus bersaing dengan karet alam," cetus Bambang. (Fik/Gdn)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya