Cerita Mantan Wakil Kepala BIN yang Jadi Bos Freeport Indonesia

Maroef Sjamsoeddin mengaku tidak pernah memiliki impian menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Jan 2015, 13:42 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2015, 13:42 WIB
Freeport
Ilustrasi Freeport (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Maroef Sjamsoeddin tak mengira dirinya bakal menduduki posisi nomor satu di PT Freeport Indonesia. Dalam hidupnya, ia hanya ingin menjadi seorang tentara yang profesional. Sejak Jumat (16/1/2015) lalu, Maroef Sjamsoeddin didampuk menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) menggantikan Rozi B. Sotjipto.

Maroef bertutur, ia ditunjuk oleh pemegang saham Freeport Indonesia untuk menjabat sebagai Presiden Direktur Freeport setelah mengahiri karir militernya di TNI Angkatan Udara selama 34 tahun dengan posisi terkahir sebagai Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN).

Pria bertubuh tegap ini mengaku tidak pernah memiliki impian menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dan ia pun tidak pernah melamar jabatan tersebut.

"Saya tidak pernah mimpi ada di ruangan ini karena bukan cita-cita. Cita-cita saya jadi to be good and proffesional soldier sampai masa akhir tugas. Saya ingin bisa pensiun dengan penilaian yang baik dan sehat," kata Maroef di kantor Freeport Indonesia, kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (22/1/2015).

Maroef mengaku tidak memiliki latarbelakang pendidikan dan pengalaman yang menunjang tugasnya di sektor pertambangan. Namun ia ditawari oleh Chairman Freeport Mc Morran Jim Moffat untuk menduduki jabatannya sekarang.

Cerita Maroef, Morran tidak memperdulikan latar belakangnya karena yang dibutuhkan oleh Freeport saat ini adalah sosok Maroef. "Saya bilang saya tidak punya background, ini minning company besar, gimana bisa di sana," tuturnya.

Ia memutar memorinya saat awal mengenal Freeport. Saat menjadi Wakil Kepala BIN Maroef mendapat tugas untuk mengatasi aksi mogok kerja massal pekerja Freeport di Papua pada 2011 yang sangat berpengaruh pada penurunan produksi.

"Waktu itu sudah ada korban jiwa, Pemerintah waktu itu Desember 2011 memutuskan bahwa stabilitas nasional khususnya Papua harus jalan," ungkapnya.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Maroef menggunakan cara persuasif dengan melakukan komunikasi dan negoisasi antara pihak pekerja dan manajemen Freeport.

Menurutnya dengan cara tersebut dapat menyentuh kedua belah pihak. Dengan cara tersebut, dalam waktu tiga minggu aksi mogok bisa dihentikan. Sejak penugasan itu pula Maroef mengenal Freeport.

"Saya berangkat ke Tembaga Pura bertemu yang mogok, saya waktu itu masih aktif sebagai perwira tinggi TNI AU. Saya coba cari tahu kehidupan mereka.  Saya coba dalami kehidupan mereka makan bersama mereka. Sentuhan ini bisa jembatani akar masalah masing-masing.  Di situ saya kenalan dengan Freeport Indonesia termasuk dengan Jim," pungkasnya.

Untuk diketahui, Maroef bergabung di Freeport Indonesia setelah menyelesaikan karir panjangnya di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan adalah purnawirawan Marsekal Muda TNI Angkatan Udara Republik Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) selama periode 2011-2014. Ia memperoleh gelar Master of Business Administration dari Jakarta Institute Management Studies. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya