Liputan6.com, Jakarta - Penolakan secara mengejutkan datang dari Sukardi Rinakit sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Padahal, jabatan itu sudah diserahkan kepadanya dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTN.
Kasus tersebut membuat Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu angkat bicara. Dia menuding ada kesalahan dalam proses penunjukkan Sukardi Rinakit yang merupakan Pengamat Politik sebagai Komisaris Utama BTN.
"Mungkin saja beliau (Sukardi) belum diberitahu sebelumnya. Kalau tidak diberitahu, berarti ada kelalaian di Kementerian BUMN. Harusnya mau diangkat atau diberhentikan sebagai Komut, seseorang harus diberitahu," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (5/4/2015).
Advertisement
Said mengatakan, proses penunjukan Komut yang keliru khususnya perbankan pelat merah akan mencoreng nama baik bank sebagai perusahaan yang menerapkan tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG).
"Ini jelek buat perbankan BUMN, karena proses penunjukan yang tidak prudent atau kehati-hatian dan jadi cerminan buruk. Jika prosesnya lewat PPA menyetujui, tapi ternyata orang yang dipilih menolak," jelas dia.
Said mengaku, ideal proses rekrutmen seorang Komut, melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terlebih dahulu, baru kemudian diangkat. Namun kenyataan saat ini terbalik, seseorang diangkat dulu menjadi Komut lalu melaksanakan fit and proper oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Saran saya sih tetapkan aturan calon Komisaris ataupun Direksi wajib mengikuti fit and proper test. Jadi ada seleksi dulu untuk kandidat Komisaris Utama, baru diangkat," pungkas dia. (Fik/Ahm)