Buruh Tuntut Perlindungan Saat Pelaksanaan Pasar Bebas ASEAN

Pemerintah diimbau memberikan jaminan perlindungan untuk tenaga kerja Indonesia menghadapi MEA 2015.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Apr 2015, 09:00 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2015, 09:00 WIB
Demo buruh_240414
Foto Ilustrasi Demo Buruh (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Buruh yang tergabung dalam Komite Persiapan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) menuntut Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri segera membuat Undang-undang Perlindungan Buruh.

Koordinator KP-KPBI, Sukanti mengatakan, tuntutan buruh ini karena liberalisasi tenaga kerja dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku mulai Desember 2015 nanti  membuka persaingan tenaga kerja asing dan domestik.  Pemerintah pun wajib memberikan jaminan perlindungan untuk tenaga kerja Indonesia.

Dia menilai, dalam persiapan menghadapi MEA, pemerintah belum serius untuk melindungi buruh dari dampak buruk liberalisasi pasar tenaga kerja yang akan diterapkan. Apalagi potensi pemutusan hubungan kerja cukup besar mengingat mayoritas buruh Indonesia memiliki kualitas rendah dan didominasi dengan latar belakang pendidikan SD dan SMP.

"Buruh secara terus menerus dihadapkan dengan kenyataan yang pahit. Selama 2 tahun, 2013-2014, data Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) organisasi yang saya pimpin, sebanyak 1.500 orang telah di PHK tanpa alasan yang jelas, belum lagi dari serikat buruh yang lain. Sejauh ini tidak ada perlindungan dari Negara untuk mengatasi kasus-kasus perburuhan secara adil," ujar Sukanti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Sukanti menjelaskan, liberalisasi tenaga kerja ASEAN akan menghilangkan jaminan terhadap kepastian kerja. Hal ini karena rekrutment tenaga kerja akan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran jasa tenaga kerja yang kewenangannya ada di tangan perusahaan bukan negara.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) pada 2013 memperlihatkan 57 persen perusahaan di kawasan ASEAN memilih tenaga kerja yang berlatarbelakang pendidikan SMA/SMK dan universitas.

Kenyataannya, berdasarkan data BPS 2013, tenaga kerja Indonesia lebih banyak didominasi oleh mereka yang berlatarbelakang pendidikan belum tamat SD atau SD dan SMP yang menyentuh hingga angka 77,8 Juta orang. Jumlah angkatan kerja Indonesia yang berlatar belakang SMA dan pendidikan tinggi hanya sebanyak 40,2 juta orang.

Bahkan, Penelitian yang dilakukan oleh ADB dan ILO menyatakan dari total jumlah tenaga kerja Indonesia 63 persen dianggap memiliki kemampuan di bawah kualifikasi standar.

"Persoalan perburuhan cukup pelik. Belum lagi soal upah. Keputusan Menaker untuk mereview upah hanya 1 kali dalam 5 tahun, sangat tidak berpihak pada kepentingan buruh. Apalagi kebijakan-kebijakan Pemerintah yang mencabut subsidi BBM serta tidak adanya jaminan penurunan harga-harga kebutuhan pokok akan semakin membuat buruh sengsara," jelas dia.

Sukanti berharap, UU Perlindungan Buruh nantinya bisa memuat jaminan perlindungan upah layak nasional, perlindungan jaminan dan kepastian pekerjaan yang layak, jaminan sosial, perumahan yang layak, dan mekanisme industrial yang manusiawi dan terkontrol oleh negara. Sehingga kasus-kasus perburuhan yang marak terjadi hari ini tidak semakin sewenang-wenang dilakukan oleh pengusaha.

"Apa yang kami tuntut ini adalah amanat Konstitusi. Negara memang bertugas dan berkewajiban untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dari ancaman hilangnya pekerjaan dan penghidupan yang layak. Oleh karena itu, Undang-Undang perlindungan buruh harus menjadi prioritas agenda Pemerintah Indonesia," tandasnya.

Sebagai informasi, KP-KPBI merupakan gabungan dari beberapa organisasi buruh yakni Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FSBTPI), Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ), dan Serikat Pekerja Mandiri PT. Prakarsa Alam Segar (SPM PT.PAS). (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya