Perusahaan Revaluasi Aset, Negara Bisa Kecipratan Rp 10 Triliun

potensi tambahan penerimaan dari PPh Final revaluasi aktiva tetap sebesar Rp 10 triliun pada 2015

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Okt 2015, 21:50 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2015, 21:50 WIB
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan 5 paket kebijakan di Istana Negara.
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan 5 paket kebijakan di Istana Negara. (Foto: Faizal Fanani/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PK) Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan 2016. Revaluasi aset tanah dan bangunan ini tercantum dalam paket kebijakan ekonomi jilid V.

Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan yang diakibatkan kenaikan nilai aset tetap itu di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan akibat devaluasi dan lainnya. Aktiva tetap yang dapat direvaluasi meliputi, tanah, bangunan, dan bukan bangunan, dengan syarat tidak dimaksudkan untuk dialihkan.

"PMK Nomor 191 soal revaluasi aset sudah terbit. Ini bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid V yang baru saja diumumkan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (22/10/2015).

Dikutip dari laman resmi Kemenkeu, di pasal 1 ayat (1) PMK ini menyatakan, Wajib Pajak dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan dengan mendapatkan perlakuan khusus apabila permohonan penilaian kembali diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

Sementara di ayat (2), tertulis perlakuan khusus atau pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final atas revaluasi aset, sebesar 3 persen, 4 persen dan 6 persen dari sebelumnya 10 persen.

a. 3 persen untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;

b. 4 persen untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016; atau

c. 6 persen untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

Besaran tarif tersebut dikenakan atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali atau hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak, di atas nilai sisa buku fiskal semula.

"PMK Nomor 191 tentang revaluasi aset ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yakni 20 Oktober 2015," demikian bunyi Pasal 12.

Mekar mengaku, banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan revaluasi aktiva tetap, seperti PT PLN (Persero) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Kedua perusahaan pelat merah ini tertarik merevaluasi asetnya kembali, di antaranya tanah dan bangunan.

"Penurunan tarif ini diharapkan bisa membantu supaya leverage BUMN lebih bagus, perusahaan itu bisa mendapatkan tambahan modal dan menggerakkan perekonomian. Karena BUMN banyak menunggu kebijakan ini, mengingat mereka takut karena pajak yang tinggi untuk revaluasi, sementara mereka tidak punya uang," jelasnya.

Dari fasilitas diskon pajak ini, Mekar menghitung, potensi tambahan penerimaan dari PPh Final revaluasi aktiva tetap sebesar Rp 10 triliun pada 2015. Seperti diketahui, penerimaan pajak terancam shortfall Rp 140 triliun dalam APBN-P 2015.

"Itu untuk BUMN besar saja, kalau ditambah perusahaan swasta lain bisa lebih dari Rp 10 triliun potensi penerimaannya. Karena banyak perusahaan swasta yang sudah menyatakan minat revaluasi aset," tandas Mekar. ‎(Fik/Zul)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya