Liputan6.com, Jakarta Program makan bergizi gratis (MBG) tersandung masalah. Kali ini, salah satu mitra dapur makanan bergizi gratis yang berlokasi di Kalibata Jakarta Selatan mengaku belum mendapatkan haknya dari Yayasan MBN.
Alih-alih mendapatkan haknya, kuasa hukum mitra dapur Ibu Ira, Danna Harly mengungkapkan bahwa Yayasan Makan Bergizi Gratis (MBG) malah menagih Rp400 juta kepada korban terkait dugaan penggelapan pembayaran dana senilai Rp 975.375.000.
Baca Juga
"Jadi kemarin ada komunikasi, saya dengan pihak yayasan, lucunya mereka malah menagih ibu Ira sebesar Rp 400 juta," kata Danna seperti dilansir dari Antara, Sabtu (19/4/2025).
Advertisement
Danna mengaku kebingungan karena pihak yayasan mengeluarkan tagihan senilai Rp100 juta kepada kliennya.
Menurut dia, adanya tagihan ompreng (tempat bekal) yang sudah dibayar kliennya Rp200 juta, tetapi malah dimasukkan ke dalam anggaran MBG.
"Kemudian juga ada tagihan ompreng. Jadi ibu Ira beli ompreng, kemarin Rp 12.000, sudah dibayar Rp200 juta. Nah, itu ditagihkan ke dalam mekanisme di MBG ini. Jadi dua hal yang berbeda dicampur-adukan, jadi kacau semua ini," ungkap Danna.
Komisi IX DPR: Yayasan Mitra Makan Bergizi Gratis Perlu Dievaluasi
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini menyatakan pengawasan terhadap yayasan yang bekerjasama dengan BGN untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu diperkeat.
Hal ini menyusul adanya keluhan salah satu mitra dapur makanan bergizi gratis di Kalibata Jakarta Selatan belum mendapatkan haknya dari Yayasan MBN.
“Skema kerjasama dengan Yayasan bukan skema yg dirancang BGN sejak awal. Melainkan skema uji coba. Sehingga pengawasannya perlu diperketat,” kata Yahya saat dikonfirmasi, Kamis (17/4/2025).
Menurut Yahya, yayasan tidak mengerjakan sendiri melainkan bekerjasama dengan pihak catering. Ia juga meminta yayasan kerjasama harus dievaluasi.
“Sehingga banyak ditemukan kekurangan-kekurangan dan mudah disalahgunakan. Dengan banyaknya kasus yang terjadi di lapangan pola yayasan ini perlu dievaluasi dan ditinjau ulang,” kata dia.
Yahya meminta BGN segera mempercepat keluarnya regulasi kerjasama dengan pihak ketiga seperti rencana semula.
“Pihak ketiga membangun dapur dan disewa oleh BGN. Pola ini akan lebih aman karena operasionalnya dikerjakan sendiri oleh BGN. Disamping itu GBN perlu mempercepat rekrutmen pegawai pengelola SPPG dalam jumlah yang banyak sesuai dengan kebutuhan,” pungkasnya.
Advertisement
Total Kerugian Hampir Rp 1 Miliar
Diketahui, Program makan bergizi gratis (MBG) tersandung masalah. Kali ini, salah satu mitra dapur makanan bergizi gratis yang berlokasi di Kalibata Jakarta Selatan mengaku belum mendapatkan haknya dari Yayasan MBN. Hal itu disampaikan Danna Harly selaku kuasa hukum dari Ira Mesra Destiawati pemilik dari dapur makanan bergizi.
"Klien kami tidak mendapatkan dana sepeserpun atas kerjasama yang dilakukan. Kami mendesak Yayasan MBN untuk segera mambayarkan hak mitra dapur Kalibata yang didzolimi," kata Harly saat jumpa pers di Jakarta, seperti dikutip Rabu (16/4/2025).
Harly menjelaskan, kliennya bekerjasama dengan pihak Yayasan MBN dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sejak bulan Februari-Maret 2025 dan sudah memasak kurang lebih 65.025 porsi Makan Bergizi Gratis yang terbagi dalam 2 tahap (Februari dan Maret).
"Total kerugian sejauh ini sejauh ini Rp 975.375.000, itu baru dua tahap makanya kita sekarang coba ngomong ke media, coba ngomong ke masyarakat supaya pemerintah aware, baru dua tahap saja sudah seperti ini berarti sudah harus ada pembetulan-pembetulan dalam pelaksanaan MBG supaya kedepannya tidak lagi seperti ini," minta Harly.
Menurut Harly, perselisihan terjadi pada bulan Maret 2025 dimana kliennya baru mengetahui terdapat perbedaan anggaran untuk pelajar PAUD/TK/RA/SD setelah kontrak perjanjian kerja sama ditandatangani.
"Padahal di kontrak perjanjian dengan Yayasan dicantumkan harga Rp 15.000 setiap porsinya sama rata. Namun sebagian diubah menjadi Rp 13.000 dan Pihak Yayasan sudah mengetahui terdapat perbedaan tersebut jauh sebelum ditanda-tangani perjanjian kerja sama. Setelah ada pengurangan pun hak kami juga dipotong sebesar Rp 2.500 setiap porsinya," jelas Harly.
Harly menyampaikan, kliennya mengetahui soal perbedaan angka tersebut setelah pembayaran tahap pertama dikirimkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) ke pihak Yayasan sebesar Rp 386.500.000. Namun ketika dana tersebut hendak ditagih, Yayasan malah mengatakan kliennya tidak mendapat bagian karena masih kurang bayar sebesar Rp 45.314.249.
