Liputan6.com, Jakarta -
Menurut dia, jika sekali saja ada ketidakkonsistenan dari pemerintah soal aturan wajib SVLK ini, akan memberikan pengaruh terhadap pasar tujuan ekspor yang lain, seperti ke Amerika Serikat (AS).
Pemerintah diharapkan mendorong perbaikan regulasi terutama dalam perlindungan terhadap daya saing industri dalam negeri.
Itu karena pelemahan daya saing komoditas ekspor, bukan hanya karena menurunnya permintaan dunia tetapi juga lemahnya penerapan kebijakan yang mendorong daya saing industri dalam negeri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan, lemahnya penerapan kebijakan tersebut terjadi di industri hasil hutan Indonesia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan, lemahnya penerapan kebijakan tersebut terjadi di industri hasil hutan Indonesia.
Hal ini seiring penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 89 Tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Hasil Kehutanan. Aturan ini dinilai memberikan pengecualian terhadap beberapa pos tarif produk dalam rangka memenuhi kewajiban Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
"Belakangan kita melihat pemerintah tak solid mengawal isu ini dengan adanya Permendag 89 Tahun 2015. Kami khawatir bahwa hal ini akan berdampak pada ekspor kita ke Eropa," ujarnya di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Liana mengungkapkan, jika Permendag tersebut tidak segera dicabut, maka berpotensi mengikis kepercayaan Uni Eropa pada standar SVLK. Seperti diketahui, pasar Eropa merupakan pasar yang sensitif, terutama untuk produk-produk berbasis kayu.
"Belakangan kita melihat pemerintah tak solid mengawal isu ini dengan adanya Permendag 89 Tahun 2015. Kami khawatir bahwa hal ini akan berdampak pada ekspor kita ke Eropa," ujarnya di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Liana mengungkapkan, jika Permendag tersebut tidak segera dicabut, maka berpotensi mengikis kepercayaan Uni Eropa pada standar SVLK. Seperti diketahui, pasar Eropa merupakan pasar yang sensitif, terutama untuk produk-produk berbasis kayu.
Baca Juga
Menurut dia, jika sekali saja ada ketidakkonsistenan dari pemerintah soal aturan wajib SVLK ini, akan memberikan pengaruh terhadap pasar tujuan ekspor yang lain, seperti ke Amerika Serikat (AS).
Sebab itu pemerintah perlu mempertahankan SVLK untuk mampu mempertahankan kinerja ekspor industri hasil hutan.
"Kami berharap pemerintah menghormati perjanjian dan SVLK. Sebetulnya SVLK bagus, tak ada yang aneh bagi kami. Ada tidaknya SVLK semua perijinan harus dipenuhi. Namun adanya SVLK kita bisa masuk ke negara lain dan sebetulnya bisa menjadi benefit bagi kita. Sangat disayangkan kalau kita mencederai perjanjian itu," dia menjelaskan.
Liana menyatakan, jika pemerintah tidak segera bertindak, maka akan sulit bagi daya saing ekspor industri hasil hutan untuk dapat bersaing ke depannya. Apalagi biaya yang akan dikenakan akan semakin meningkat jika SVLK di tangguhkan.
"Kalau pemerintah tidak merubah Permendag 89 Tahun 2015 maka akan semakin lemah daya saing ekspor hasil hutan kita," ucapnya.(Dny/Nrm)
"Kami berharap pemerintah menghormati perjanjian dan SVLK. Sebetulnya SVLK bagus, tak ada yang aneh bagi kami. Ada tidaknya SVLK semua perijinan harus dipenuhi. Namun adanya SVLK kita bisa masuk ke negara lain dan sebetulnya bisa menjadi benefit bagi kita. Sangat disayangkan kalau kita mencederai perjanjian itu," dia menjelaskan.
Liana menyatakan, jika pemerintah tidak segera bertindak, maka akan sulit bagi daya saing ekspor industri hasil hutan untuk dapat bersaing ke depannya. Apalagi biaya yang akan dikenakan akan semakin meningkat jika SVLK di tangguhkan.
"Kalau pemerintah tidak merubah Permendag 89 Tahun 2015 maka akan semakin lemah daya saing ekspor hasil hutan kita," ucapnya.(Dny/Nrm)
Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini