Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan praktik penyimpanan uang di luar negeri yang dilakukan warga negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Bahkan nilainya bisa mencapai belasan ribu triliun rupiah.
Bambang menjelaskan, negara-negara yang menjadi lokasi favorit bagi orang Indonesia menyembunyikan uangnya, yaitu yang menerapkan pajak rendah bahkan tidak memungut pajak (tax heaven).
"Tax heaven itu negara kecil yang nggak punya apa-apa. Data yang kami miliki, tax heaven kami adalah British Virgin Island, Kock Island, Singapura," ujar dia di Jakarta, Selasa (4/5/2016).
Skemanya, lanjut Bambang, orang Indonesia tersebut menyembunyikan uang dengan membentuk perusahaan afiliasi di berbagai negeri tax heaven. Dengan demikian, tidak ada pungutan pajak yang harus dikeluarkannya.
Baca Juga
"Tax heaven adalah negara yang kecil. Lalu yang kedua adalah negaranya yang tidak punya sumber apa-apa. Jadi tax heaven itu hanya betul-betul merupakan bentuk survival dari negara tersebut," kata dia.
Sementara jika bicara potensi uang orang Indonesia yang disimpan di negara negara lain dinilai sangat besar, bahkan lebih besar dari gross domestic product (GDP) Indonesia.
"Saya bicara potensinya, melihat potensinya seperti itu. Tadi kan sempat disebut bahwa GDP kita Rp 11 ribu triliun, tepatnya Rp 11.400 triliun. Nah dari perhitungan kasar kami, potensinya uang Indonesia di luar negeri, maka saya sebut lebih besar dari GDP kita, jadi lebih dari Rp 11.400 triliun (setara US$ 876 miliar dengan kurs Rp 13.000 per dolar AS)," ungkap dia.
Angka sebesar itu, lanjut Bambang, lantaran praktik semacam ini telah dilakukan sejak puluhan tahun lalu. Sehingga jumlah uang yang disimpan di negara-negara tax heaven itu pun terus bertambah.
"Ini uang-uang lama. Nggak semuanya baru masuk dua tiga tahun yang lalu, ini bahkan sejak tahun 1970, ini kita batasi aja 20 tahun terakhir 1995 sampai 2015. Nah dari data-data tersebut, kita bisa lihat ada nama-nama lama, dan juga uangnya juga uang lama. Dan satu lagi, kita perlu ingat bahwa rupiah itu juga sudah terdepresiasi. Jadi waktu dia nyimpan masih dalam mata yang high curency-lah, rupiah pernah Rp 2.000 per US$, pasti secara rupiah dia pasti besar, jadi itulah bicara potensi," dia memungkasi. (Dny/Nrm)