Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah kembali turun pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong penurunan harga minyak adalah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan juga kekhawatiran bahwa pasokan minyak dunia kembali berlebih.
Mengutip Wall Street Journal, Rabu (15/6/2016), harga minyak mentah AS untuk pengiriman Juli turun 39 sen atau 0,8 persen ke angka US$ 48,49 per barel di New York Mercantile Exchange. Merupakan penutupan terendah sejak 23 Mei lalu.
Sedangkan untuk minyak Brent yang merupakan patokan harga dunia turun 52 sen atau 1 persen ke angka US$ 49,83 per barel di ICE Futures Europe. Merupakan level terendah sejak 3 Juni.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak sebenarnya mengalami kenaikan tajam dalam beberapa pekan terakhir karena adanya bencana alam dan pemangkasan produksi di beberapa daerah. Dengan adanya beberapa faktor tersebut membuat pasokan minyak diperkirakan berkurang dan mendorong kenaikan harga minyak.
Saat ini, pelaku pasar fokus kepada rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Rencana referendum tersebut membuat pelaku pasar keluar dari aset-aset yang memiliki risiko besar seperti komoditas dan masuk kembali menggenggam dolar AS.
"Keluarnya Inggris secara teori melemahkan pound sterling dan meningkatkan dolar AS." jelas Ritterbusch & Associates, perusahaan penasehat di sektor energi dalam catatannya kepada para pelanggan.
Para pelaku pasar juga melihat bahwa kapasitas produksi yang masih cukup besar belum diimbangi dengan permintaan sehingga terjadi kelebihan pasokan minyak di dunia.
Beberapa gangguan produksi seperti bencana alam dan juga pengurangan produksi oleh beberapa produsen besar belum bisa membuat pasokan yang ada mengalami penurunan.
"Harapan bahwa harga minyak akan terus berada di atas US$ 50 per barel justru menjadi beban tersendiri," jelas Aspects, sebuah perusahaan konsultan energi dalam catatannya.