Liputan6.com, Jakarta - Cara penanganan masalah reklamasi di utara Jakarta bakal jadi standar untuk menangani kasus reklamasi lain di Indonesia. Dalam menangani kasus reklamasi di Jakarta, pemerintah memutuskan ada proyek yang diberhentikan secara total dan ada proyek yang bisa dilanjutkan namun dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menjelaskan, dalam menangani kasus reklamasi di Utara Jakarta tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak. Langkah koordinasi tersebut untuk mengurai aturan yang tumpang tindih.
Pemerintah melakukan sinkronisasi dan harmonisasi aturan agar ada standar untuk masa yang akan datang dan tidak terulang lagi. Dalam batas kewenangan, kalau menyangkut soal pelabuhan yang membahayakan lalu lintas kapal, itu sepenuhmya di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan.
Advertisement
“Jadi kalau ada yang mau bangun pulau di daerah pelabuhan harus ada izin dari Kementerian Perhubungan. Area laut yang bukan berada di wilayah pelabuhan, kewenangan sepenuhnya berada pada Kementerian Kelautan dan Perikanan,” Rizal seperti dikutip dari laman Maritim.go.id, Rabu (6/7/2016).
Baca Juga
Selain itu, jika aturan terkait dengan dampak lingkungan dan tata ruang sepenuhnya kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara dalam kasus reklamasi di Utara Jakarta ini, pemerintah DKI Jakarta dalam konteks implementasi, enforcement dari kebijakan strategis yang dibuat tiga lembaga tingkat nasional itu.
“Ini yang ingin kita sinkronisasi dan harmonisasi supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran dan tumpang tindih kewenangan di masa yang akan datang. Kami berharap, pembangunan Teluk Jakarta tidak menjadi super ekslusif. Kita ingin dalam proses pembuatan pulau ini terjadi proses integrasi sosial, sehingga reklamasi Teluk Jakarta menjadi benchmark bagi kasus reklamasi di Indonesia,” kata Rizal.
Terkait proyek reklamasi Jakarta, ia melanjutkan, terdapat beberapa pelanggaran yang terjadi. Pertama adalah pelanggaran berat. Seperti yang terjadi di Pulau G, keberadaan pulau tersebut membahayakan lingkungan hidup, membahayakan proyek vital dan mengganggu lalu lintas laut. “Sesuai kesepakatan tim komite pulau G masuk dalam pelanggaran berat,” ujar dia.
Alasan Reklamasi Pulau G masuk dalam pelanggaran kategori berat karena di bawah pulau itu, banyak terdapat kabel-kabel yang terkait dengan listrik milik PLN. Selain itu, juga mengganggu lalu lintas laut. Untuk tata cara pembangunannya secara teknis sembarangan, sehingga merusak lingkungan dan mematikan biota laut." Untuk itu, reklamasi Pulau G kami batalkan untuk seterusnya,” tegas Rizal.
Sementara pelanggaran sedang, seperti pulau C dan D. Pengembang menggabungkan kedua pulau. “Tapi, mereka mau mengkoreksinya. Pulau C dan D akan dipisah dan diberi jarak atau dibuat kanal lebar 100 meter dengan ke dalam delapan meter sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara pelanggaran ringan hanya pelanggaran administrasi,” sambung Rizal.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.