Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai pemerintah harus mengambil langkah antisipasi akan adanya potensi kegagalan Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Faisal menilai, target pemerintah yang memasang angka Rp 165 triliun sebagai penerimaan negara dari program tersebut sulit untuk tercapai. Jika penerimaan ini tidak tercapai, maka pemerintah harus berpikir untuk menutupi defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tidak menembus angka 3 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Itu hampir mustahil, terlalu tinggi. Menambah penerimaan pajak dari tax amnesty yang Rp 165 triliun itu mustahil‎. Saya 95 persen pesimis itu bisa tercapai," ujar dia di Kawasan Veteran, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Menurut Faisal, pemerintah kini harus lebih efisien dalam menggunakan anggarannya di sisa tahun ini. Jika tidak, maka defisit anggaran bisa menjadi ancaman bagi stabilitas roda pemerintah.
"Lebih baik dari pada merembet kemana-mana, pemerintah melakukan amputasi belanjanya. Yang aneh-aneh dihapuskan," tutur dia.
Sementara untuk infrastruktur, Faisal menyatakan pemerintah harus mengingatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor karya agar memprioritaskan dananya ‎untuk proyek infrastruktur pemerintah.
Pasalnya, dalam BUMN tersebut ada dana yang suntikan oleh pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN).
"Sebagai contoh BUMN karya itu jangan kerjanya bikini hotel, tapi untuk bangun infrastruktur. Kalau bikin hotel swasta dan UKM juga bisa. Karena bikin hotel, pada saat yang sama pemerintah juga suntik lewat mereka lewat PMN," tandas dia.