Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan ketersediaan lahan begitu penting sebagai penunjang pengembangan wilayah, baik lahan untuk pertanian, maupun untuk pemukiman. Pemerintah memerlukan metode dan parameter umum untuk menghitung kebutuhan lahan.
Hal itu disepakati dalam rapat koordinasi pangan yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
"Kita perlu metode, pendekatan atau parameter untuk menghitung kebutuhan lahan untuk pangan. Bisa dengan berdasarkan komoditas atau menghitung kebutuhan per 1.000 penduduk. Dua pendekatan ini kalau kita gunakan bisa saling mengoreksi dan saling memperkuat," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Perencanaan dan kebijakan mengenai lahan ini penting karena pemerintah ingin setiap tanah memiliki status yang jelas dan dimanfaatkan secara maksimal. Untuk tahap awal, pemerintah ingin menjamin ketersediaan pangan dan menyediakan lahan yang cukup.
Sofyan Djalil menuturkan, paradigma yang ada saat ini perlu diubah. Perlu mengembalikan definisi, konsep dan fungsi lahan ke jalur yang semestinya. "Konsep wilayah harus di redefinisakan kembali. Hak Guna Usaha (HGU) harus benar-benar dimanfaatkan," ujar dia.
Sementara itu, Menteri Rini mengusulkan agar pemetaan lahan itu dilakukan secara langsung. Melakukan pendataan kebutuhan lahan untuk padi, jagung, dan lainnya serta menyangkut kebutuhan irigasi. Program ini akan dibentuk konsep awal dengan target sebulan.
"Kita gunakan drone di titik lahan yang ditentukan dan petakan lahan ini milik siapa. lni penting sebagai dasar pemetaan lahan. Manfaatkan teknologi yang ada," ujar dia.
Perlu Tambahan Lahan
Dalam rangka pemenuhan komoditas pangan, Mentan Amran menyampaikan perlu adanya penambahan lahan agar investor tertarik dan segera masuk. Dengan begitu, target produksi dari jagung, gula dan sapi bisa tercapai.
la menambahkan untuk komoditi gula membutuhkan tambahan lahan seluas 286 ribu hektare (ha) untuk pabrik gula baru dengan nilai investasi mencapai Rp 37,5 triliun. Kemudian, seluas 490 ribu ha untuk pabrik gula eksisting dengan nilai investasi Rp 47,5 triliun, dan 380 ribu ha untuk pabrik gula rafinasi.
Sedangkan komoditas jagung membutuhkan tambahan luas lahan 500 ribu ha dengan nilai investasi mencapai Rp 4,1 triliun. Adapun komoditas sapi diminati oleh 9 perusahaan untuk investasi dan membutuhkan tambahan luas lahan hingga 1 juta ha dengan nilai investasi Rp 14 triliun.
Ke depan, Amran mengatakan, pertanian beras organik maupun komoditas pangan lainnya bukan hanya dikembangkan di Tasikmalaya, tapi juga membidik Kalimantan demi mewujudkan program swasembada beras.
"Nanti Kalimantan jangan mengambil sayur dan beras dari Provinsi lain, karena semua biaya angkut ditanggung rakyat sehingga menyebabkan inflasi," tutur Amran.
Program ini, sambung Amran, mulai dijalankan tahun ini dan tahun depan. Pemerintah akan mempercepatnya agar pulau Kalimantan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri untuk komoditas pangan, seperti beras, bawang, cabai, dan lainnya. Â
Dengan pemanfaatan model satelit yang dimiliki oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pemetaan sawah bisa dilakukan, mana yang bisa dimanfaatkan menjadi sawah, mana sudah menjadi pemukiman.
"Badan lnformasi Geospasial (BIG) mempunyai kemampuan melakukan pemetaan dan ke depan tidak ada lagi perbedaan data mengenai luas lahan," tambah Kepala Bappenas Bambang. (Fik/Ahm)
  Â
Advertisement