Liputan6.com, New York - Harga minyak mampu berbalik arah ke zona positif setelah mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir. Adanya spekulasi bahwa anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) akan bekerja keras merumuskan kebijakan pengendalian produksi menjadi pendorong utama kenaikan harga minyak.
Mengutip Wall Street Journal, Rabu (16//11/2016), harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman Desember naik US$ 2,49 atau 5,7 persen dan menetap di angka US$ 45,81 per barel di New York Mercantile Exchange. Presentase kenaikan dalam satu hari tersebut merupakan yang terbesar sejak April lalu.
Sedangkan untuk harga minyak Brent, yang merupakan patokan harga minyak dunia, naik US$ 2,52 atau 5,7 persen menjadi US$ 46,95 per barel di ICE Futures Europe.
Advertisement
Baca Juga
Seluruh mata saat ini sedang fokus kepada OPEC jelang pertemuan yang akan berlangsung pada 30 November nanti. Dalam pertemuan tersebut, negara-negara anggota OPEC akan merumuskan secara rinci rencana pemangkasan produksi. Dalam rencana awal, OPEC akan memangkas produksi sekitar 33 juta barel per hari untuk mendorong kenaikan harga minyak.
Dalam dua tahun terakhir memang harga minyak terus tertekan dan selalu berada di bawah US$ 50 per barel. Padahal pada 2014 lalu, harga minyak berada di kisaran US$ 100 per barel. Bahkan pernah harga minyak menyentuh rekor tertinggi di level US$ 110 per barel.
"Setelah sekian lama pesimistis, tiba-tiba sekarang muncul harapan baru. Itukah sebabnya kita melihat ada rebound saat ini," jelas analis senior Price Futures Group Phil Flynn. "Di pasar ada konsensus bahwa OPEC akan mencapai kesepakatan," tambah dia.
"Kenaikan harga minyak pada hari ini dan kembali ke atas US$ 45 per barel merupakan upaya diplomatik dari Qatar, Venezuela dan Aljazair untuk membawa kesepakatan dalam pertemuan OPEC," tulis catatan Commerzbank AG kepada nasabah.
Saat ini OPEC sedang dalam dilema besar. Jika terjadi kesepakatan pemangkasan produksi ada kemungkinan besar memberikan ruang kepada negara-negara non OPEC seperti Brasil dan Rusia untuk mengambil pasar. Selama memang OPEC beranggapan bahwa negara-negara di luar OPEC telah memperburuk situasi pasar dengan melakukan produksi di atas permintaan pasar sehingga harga minyak terus tertekan. (Gdn/Ndw)