Investor AS Borong Surat Utang Syariah Global RI

Investor AS yang tadinya kurang melirik surat utang berbasis syariah sudah percaya kualitas sukuk sama dengan surat utang konvensional.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Mar 2017, 18:39 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2017, 18:39 WIB
Pemerintah menerbitkan surat utang berbasis syariah dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) atau sukuk global sebesar US$ 3 miliar.
Pemerintah menerbitkan surat utang berbasis syariah dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) atau sukuk global sebesar US$ 3 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) telah menerbitkan surat utang berbasis syariah dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) atau sukuk global sebesar US$ 3 miliar. Investor asal AS tercatat memborong sukuk global Indonesia sekitar US$ 770 juta

Direktur Jenderal (Dirjen) PPR, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah menerbitkan sukuk global di pasar internasional sebesar US$ 3 miliar. Terbagi atas dua seri, yakni seri SNI0322 senilai US$ 1 miliar untuk tenor 5 tahun dan seri SNI0327 sebesar US$ 2 miliar dengan jatuh tempo 10 tahun.

"Tanggal pricing 22 Maret dan setelmen 29 Maret 2017. Untuk tenor 5 tahun senilai US$ 1 miliar, imbal hasil 3,40 persen dan. US$ 2 miliar untuk tenor 10 tahun dengan yield 4,15 persen. Jadi total US$ 3 miliar," kata Robert saat berbincang dengan wartawan di Press Room Kemenkeu, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Sukuk global diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan struktur Wakalah dengan jaminan berupa, Barang Milik Negara (BMN), seperti tanah dan bangunan sebesar 51 persen dan proyek-proyek pemerintah 49 persen.

Robert melanjutkan, penerbitan surat utang berbasis syariah ini menarik minat dari investor domestik dan internasional. Dari catatannya, penjualan surat utang syariah global dengan tenor 5 persen senilai US$ 1 miliar paling besar diserap investor wilayah Asia, selain Malaysia dan Indonesia sebesar 28 persen.

Disusul investor Islamic (termasuk Timur Tengah dan Malaysia) menyerap 27 persen, investor AS menyerap 21 persen, investor Eropa sebesar 14 persen, dan 10 persen investor domestik membeli sukuk global tersebut.

Sementara sukuk global senilai US$ 2 miliar untuk jatuh tempo 10 tahun, terserap paling banyak 29 persen oleh investor Islamic, 29 persen investor AS, sebesar 23 persen investor wilayah Asia, dan 10 persen investor Indonesia, serta sisanya 9 persen dari investor Eropa.

"AS biasanya kurang tertarik beli sukuk, tapi sekarang beli sukuk global, ini kemajuan," Robert mengaku.

Jika dihitung dari porsi penerbitan sukuk sebesar US$ 1 miliar untuk tenor 5 tahun, AS membeli sukuk global yang diterbitkan pemerintah Indonesia sebesar US$ 210 juta dan US$ 560 juta untuk tenor 10 tahun. Jadi total sukuk global yang diserap investor Negeri Paman Sam sekitar US$ 770 juta.

Robert mengaku, minat investor Timur Tengah terhadap produk surat utang berbasis syariah global mulai berkurang terkena imbas dari penurunan harga minyak dunia sehingga aliran investasi ke portofolio surat utang tidak setinggi ketika harga minyak naik.

"Investor Timur Tengah lebih suka yang tenor pendek karena kondisi harga minyak tidak stabil. Jadi availibility fund berkurang," jelasnya.

Di tengah kemorosotan investasi investor Timur Tengah atas produk sukuk global, kata Robert, tergantikan minat investor AS yang sedang menggeliat. Kini, investor Negeri Paman Sam itu mulai melirik sukuk global yang diterbitkan negara lain, termasuk Indonesia.

"Dalam roadshow, investor AS yang tadinya kurang melirik sukuk sudah percaya atau yakin kualitas sukuk sama dengan surat utang konvensional. Apalagi sukuk global kita sudah masuk ke emerging market indeks sejak Oktober 2016, sehingga bisa dilihat ratingnya, kredit kita cukyp bagus dan akhirnya mau beli dengan tenor lebih panjang," tandasnya. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya