Bea Cukai Siapkan Strategi Penuhi Target 2018

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai hasil tembakau tak terlalu

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 18 Sep 2017, 20:46 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2017, 20:46 WIB
Pita Cukai Peruri
(Foto: Peruri)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai hasil tembakau tak terlalu besar, seperti 2 tahun terakhir. 
Heru mengungkapkan, dari target penerimaan cukai di RAPBN 2018 sebesar Rp 155,40 triliun, salah satunya berasal dari cukai Hasil Tembakau (HT) atau rokok sebesar Rp 148,23 triliun atau naik 0,5 persen dibanding APBN-P 2017 sebesar Rp 147,49 triliun.

"Kami targetkan kenaikan penerimaan dari cukai HT tidak terlalu besar seperti 2 tahun terakhir karena beberapa hal," kata Heru di Gedung DPR, Senin (18/9/2017).

Dikatakan Heru, pihaknya sedang mencari strategi yang optimal untuk memenuhi target pendapatan yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2018 sebesar Rp 155,4 triliun. “Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pengawasan terhadap rokok ilegal, yang kedua adalah mengenai kebijakan tarifnya,” ujar Heru.

Secara terpisah, Muhaimin Moefti, ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) dalam keterangan persnya menyampaikan bahwa kenaikan cukai terlalu tinggi akan memicu maraknya perdagangan rokok ilegal dan mempercepat kematian industri rokok nasional. Hal ini membahayakan penerimaan negara dari cukai dan kelangsungan usaha serta tenaga kerja di dalamnya.

“Di tengah terus menurunnya industri dalam beberapa tahun terakhir ini, kami berharap persentase kenaikan tarif cukai tahun 2018 paling tinggi adalah 4,8 persen, yaitu sama dengan persentase kenaikan target penerimaan cukai seperti tercantum di RAPBN 2018. Jangan lagi ada beban tambahan bagi industri,” kata Moefti.

Selain dari sisi tarif, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan bahwa saat ini sistem cukai di Indonesia tergolong rumit, sehingga pada akhirnya menimbulkan menjamurnya rokok ilegal.

“Sistem cukai rokok yang rumit menimbulkan peluang kesalahan personifikasi perusahaan, jual beli pita cukai antara perusahaan kecil ke perusahaan besar dan memperlambat proses pencetakan pita cukai,” tutupnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya