Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno mengangkat Nicke Widyawati sebagai Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Pertamina (Persero). Penunjukkan tersebut untuk mengisi kekosongan jabatan, sehingga diharapkan dengan formasi lengkap jajaran direksi Pertamina dapat mengangkat kinerja perusahaan.
Bertempat di lantai 7 Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, hari ini (27/11/2017), dilaksanakan penyerahan Salinan Keputusan Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Pertamina Nomor SK-256/MBU/11/2017 tentang Pengangkatan Anggota Direksi Perusahaan Pertamina.
Advertisement
Baca Juga
Dalam salinan keputusan itu, Menteri BUMN, Rini Soemarno mengangkat Nicke Widyawati sebagai Direktur SDM Pertamina. Nicke diketahui merupakan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero).
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro mengatakan, Kementerian BUMN selaku pemegang saham berharap dengan formasi lengkap seluruh jajaran direksi Pertamina mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
"Selain itu, direksi yang baru diharapkan dapat segera bersinergi dengan direksi lainnya," Aloysius.
Asal tahu, Pertamina merupakan salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Dengan wilayah usaha, meliputi seluruh Indonesia dan luar negeri, total aset perusahaan mencapai US$ 49,76 miliar pada posisi 30 September 2017. Dari nilai itu, sekitar 21,8 persen merupakan aset tetap dan laba sebesar US$ 1,99 miliar.
Pertamina memiliki peran vital bagi Indonesia, dan sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Perusahaan menyediakan produk bahan bakar bagi masyarakat Indonesia. Didukung kurang lebih 22 ribu karyawan yang bergerak di upstream, midstream, downstream, dan supporting yang mendukung kinerja perusahaan.
"Peran strategis tersebut yang melatarbelakangi pemisahan fungsi Direktorat Aset dan Manajemen SDM," kata Aloy.
Aloy mengharapkan, Direktur Manajemen Aset saat ini dapat memberikan perhatian penuh dan fokus mengelola dan memonetisasi aset tetap sehingga memberikan kontribusi lebih besar kepada laba perusahaan.
Program-program yang belum tercapai sesuai target, seperti sertifikasi tanah, dan program kerjasama terkait utilisasi aset tetap dapat segera dieksekusi.
“Sedangkan dari sisi pengelolaan SDM, diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni karena 2018, wilayah kerja Mahakam sudah mulai dikelola oleh Pertamina. Direksi dan Dekom agar dapat memanfaatkan momentum ini, sehingga meningkatkan profitabilitas perusahaan dengan menjaga tingkat produksi dan lifting migas tetap optimal," harapnya.
Selain itu, realisasi mega proyek pengolahan dan Petrokimia agar dapat dipercepat, sehingga membantu fleksibilitas teknis pengolahan Pertamina yang berdampak pada peningkatan daya saing global dan meningkatkan struktur keuangan perusahaan.
Tonton Video Pilihan Ini
Â
DPR: Dapat Subsidi Pemerintah, Pertamina Tak Boleh Rugi
Komisi VI DPR RI menilai potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 19 triliun yang dialami PT Pertamina (Persero) perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Sebab, selama ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut telah mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Anggota Komisi VI DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, ‎saat ini Pertamina merupakan satu-satunya penyedia energi utama di Indonesia. Bahkan, kata dia, Pertamina menguasai kebutuhan energi di dalam negeri baik dari sisi harga dan pasokan.
"Hampir bisa dikatakan Pertamina ini monopoli dari sisi harga dan pasokan," ujar dia di Jakarta, Senin (27/11/2017).
Selain itu, lanjut Bambang, sebagai BUMN, Pertamina juga masih mendapatkan suntikan subsidi dari pemerintah. Hal ini khususnya untuk jenis energi atau bahan bakar minyak (BBM) penugasan seperti Premium, Solar dan elpiji.
"Pertamina juga mendapatkan subsidi dari APBN, jadi harusnya tidak boleh rugi," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta Pertamina untuk melakukan efisiensi terhadap model bisnisnya, terutama dalam hal distribusi BBM.
Jonan mencontohkan, dalam menjual BBM jenis Premium yang merupakan penugasan dari pemerintah, Pertamina mulai mengeluh karena tidak mendapatkan untung. Hal ini salah satunya disebabkan oleh harga minyak mentah yang mulai mengalami kenaikan.
"Pertamina jual Rp 6.450 (Premium) ini sudah mulai teriak karena harga minyak mentahnya naik terus," tutur dia.
Padahal ada perusahaan baru, yaitu Vivo, yang juga menjual BBM RON-nya tidak jauh berbeda dari Premium, bahkan dengan harga yang lebih murah, tetapi mengaku masih mendapatkan keuntungan.
"Kalau kita lihat penjualan BBM yang RON 88 itu harganya ditetapkan pemerintah Rp 6.450. Ada perusahaan swasta buka SPBU, baru satu, tapi nanti dia akan buka di Serang, Ambon, terus ke timur dan sebagainya. Itu jualnya harganya RON 89 itu Rp 6.100. Lah ini yang baru masuk Rp 6.100 enggak apa-apa. Saya tanya masih untung enggak? Masih," kata dia.
Menurut Jonan, hal ini membuktikan jika selama ini Pertamina belum efisien dalam menjalankan bisnisnya. Padahal, jika bisa lebih efisien, dirinya yakin Pertamina akan mendapatkan untung yang lebih besar.‎‎
"Ini harus lebih efisien lagi, bisnis modelnya Pertamina dalam distribusi bensin. Ada yang bilang itu kan cuma 1-2 SPBU (Vivo). Lah 1-2 ini justru cost-nya lebih besar, daripada 5.000-6.000 SPBU," tukas Jonan.
Advertisement