Produksi Listrik Hemat Rp 20 Triliun dari Harga Batu Bara Khusus

PLN mencatat penerapan harga batu bara untuk kelistrikan yang dipatok US$ 70 per ton. Penetapan harga batu bara ini untuk menghindari kenaikan tarif listrik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Mar 2018, 15:30 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2018, 15:30 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mencatat penerapan ‎harga batu bara untuk kelistrikan yang dipatok US$ 70 per ton dapat menghemat Rp 20 triliun. Penetapan harga batu bara tersebut untuk menghindari kenaikan tarif listrik.

Direktur Pengadaan Strategis Iwan Supangkat Santoso mengatakan, konsumsi maksimal batu bara pembangkit listrik di Indonesia mencapai 89 juta ton pada 2018. Dengan ada ketetapan harga batu bara khusus kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, kegiatan pembangkitan listrik dapat menghemat Rp 20 triliun.

‎"Tapi dari batu bara sendiri kita bisa berhemat kira-kira kalau 89 juta kira-kira Rp 20 triliun hematnya," kata Iwan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/3/2018).

Iwan mengungkapkan, PLN dapat menghemat sekitar US$ ‎37 per ton untuk kalori 4.200 per kg GAR. Hal itu dengan harga batu bara acuan (HBA) saat ini US$ 101 per ton. Sedangkan kalori 5.000 per kg GAR penghematannya US$ 53 per ton.

"Untuk kalori 4.200 kira-kira US$ 37. Kalau 5000 kalori kira-kira US$ 53, Tergantung sulfur juga," ujar dia.

Pasokan batu bara untuk kelistrikan berasal dari 82 perusahaan tambang, antara lain PT Kaltim Prima Coal, PT Bukit Asam Tbk‎, PT Adaro Indonesia, PT Arutmin Indonesia dan PT Kideco Jaya Agung.

Iwan mengatakan, selain harga batu bara masih ada faktor lain yang memengaruhi biaya pokok produksi listrik, yaitu kurs dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

"Sebenarnya cita-citanya begitu, sekarang juga ada komponen lain yang sementara belum disesuaikan. Seperti valuta asing dan ICP dan itu dampaknya cukup besar," ujar dia.

 

Alasan Tetapkan Harga Batu Bara Khusus

Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, 57 persen pembangkit listrik di Indonesia menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dengan begitu pergerakan harga batu bara sangat memengaruhi biaya produksi listrik.

"Kita tahu bahwa PLN sekitar 57 persen energi primernya batu bara," kata Agung.

Agung menuturkan, pengaturan harga batu bara sebesar US$ 70 per ton dapat membantu menekan biaya produksi listrik dari PLTU, sehingga dapat menghindari kenaikan tarif listrik yang dibebankan kemasyarakat.

Lantaran harga batu bara belakangan ini terus bergerak naik hingga US$ 110 ‎per ton. Sedangkan kenaikan tarif listrik perlu dihindari karena untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri.

"Ini dikeluarkan mempertimbangkan daya‎ beli masyarakat dan daya saing industri terkait harga," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya