Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak kembali melemah pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong penurunan harga minyak adalah komentar dari Arab Saudi dan juga Rusia bahwa mereka bisa meningkatkan pasokan sementara kenaikan produksi di Amerika Serikat (AS) tidak mengalami perlambatan.
Mengutip Reuters, Selasa (29/5/2018), harga minyak mentah Brent berjangka berada di level USD 75,32 per barel, turun USD 1,12 dari penutupan perdagangan sebelumnya. Harga kontrak minyak ini sempat menyentuh level USD 74,48 per barel yang merupakan level terendah dalam 3 pekan.
Sedangkan untuk harga kontrak minyak AS berada di level USD 66,47 per barel, turun USD 1,41 dari perdagangan sebelumnya. Harga minyak jenis ini sempat menyentuh level USD 65,80 per barel yang merupakan level terendah dalam enam bulan.
Advertisement
Baca Juga
Jarak harga angka kedua patokan tersebut mencapai USD 9,38 per barel, yang merupakan selisih terbesar atau terluas sejak Maret 2015.
Harga minyak tak begitu ramai karena pasar di Amerika Serikat dan Inggris tutup karena libur nasional.
Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan beberapa negara produsen minyak lain non-OPEC seperti Rusia mulai menahan lagi produksi minyak di kisaran 1,8 juta barel per hari sejak 2017 lalu.
Langkah tersebut dilakukan untuk memperketat pasar dan menaikkan harga yang sebelumnya sempat anjlok hingga ke level USD 30 per barel yang merupakan titik terendah dalam satu dekade terakhir.
Sejak pemangkasan produksi oleh OPEC dan beberapa negara lain sejak awal 2017 tersebut, harga minyak sedikit demi sedikit mulai menanjak sehingga harga minyak Brent sempat menyentuh level USD 80 per barel pada bulan ini.
Kenaikan harga minyak ini kemudian justru menimbulkan kekhawatiran lain. Dampak dari melambungnya harga minyak ditakutkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dari negara-negara konsumen minyak dan juga bisa memicu inflasi.
"Laju kenaikan harga minyak baru-baru ini memicu perdebatan di kalangan investor mengenai apakah bisa menimbulkan risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global," kata kepala ekonom Morgan Stanley Chetan Ahya.
Â
Dongkrak Pasokan
Untuk mengatasi hal tersebut, Arab Saudi dan Rusia tengah melakukan pemmbicaraan mengenai rencana untuk meningkatkan produksi kembali sebesar 1 juta barel per hari.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pada Sabtu bahwa mereka akan kembali meningkatkan produksi seperti pada oktober 2016.
"Mengingat pasokan minyak telah cukup tipis sekitar 826 ribu barel per hari, mungkin dengan adanya kenaikan produksi kembali ini akan membuat keseimbangan," kelas konsultan energi di Wina JBC energy.
Sementara itu, melonjaknya produksi minyak mentah AS tidak menunjukkan tanda-tanda mereda karena pengebor terus diperluas dan adanya pencarian ladang minyak baru untuk dieksploitasi.
Perusahaan-perusahaan energi AS menambahkan 15 sumur bor baru dalam pekan yang berakhir 25 Mei sheingga total menjadi 859 sumur bor yang merupakan angka tertinggi sejak 2015.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement