Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kondisi neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 di pertengahan bulan ini. Data neraca perdagangan saat ini masih diolah dan menunggu masukan semua pihak, mengingat neraca perdagangan terus mengalami defisit dalam beberapa bulan terakhir.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, tidak yakin neraca perdagangan pada Juni 2018 mengalami surplus. Namun demikian, pemerintah dipastikan akan terus berupaya agar defisit neraca perdagangan segera berakhir.
Baca Juga
"Saya kalau Juni belum percaya (akan surplus). Tapi ya kita ingin jangan lama," ujar Menko Darmin saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Advertisement
Dia mengatakan, salah satu upaya yang akan dilakukan untuk menekan defisit adalah dengan mengevaluasi kebutuhan impor. Langkah ini akan dilakukan dengan hati-hati agar tidak menekan pertumbuhan ekonomi.
"Ya jangan barang modalnya (dievaluasi). Makanya saya bilang harus dirumuskan yang persis. Kalau barang modalnya ya akan kena pertumbuhannya. Bahan baku juga. Nah gatau kalau migas kamu mau kategorikan apa? tapi migas perlu diperlambat. Caranya bagaimana? bisa macam-macam. Bisa biodieselnya dinaikkan," jelasnya.
Ditempat yang sama, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, beberapa barang impor yang dapat dibatasi adalah produk fesyen yang biasa dikenal dengan garmen jadi. Alasannya, produk ini bisa diproduksi sendiri di dalam negeri.
"Yang enggak perlu itukan adalah produk fesyen seperti kita sebut garmen jadi. Nah kalo garmen jadi kan kita sudah bisa produksi. Nah, itu sebetulnya lifstyle konsumen itu yang bisa dikurangi. Itu akan dibahas detail yah," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Neraca Perdagangan RI Defisit US$ 1,52 Miliar di Mei 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia Mei 2018 mengalami defisit sebesar US$ 1,52 miliar. Pada bulan tersebut, ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 16,12 miliar, sedangkan impornya mencapai US$ 17,64 miliar.
Kepala BPS, Suhariyanto menjelaskan, sebenarnya ekspor pada Mei mengalami pertumbuhan cukup baik, yaitu sebesar 10,9 persen dibandingkan April 2018. Namun nilai impor juga tumbuh cukup besar yaitu 9,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
"Pada Mei kita masih mengalami defisit US$ 1,52 miliar. Pertumbuhan ekspor bagus tapi pertumbuhan impor jauh lebih tinggi, itu yang menyebabkan defisit. Ini dipengaruhi kenaikan harga minyak cukup besar. Kita berharap bulan depan bisa suplus," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Dia menjelaskan, selama April-Mei 2018 pergerakan komoditas di pasar internasional masih mengalami ketidakpastian pasti. Ada komoditas yang mengalami kenaikan namun ada juga yang mengalami penurunan harga.
"Yang mengalami kenaikan antara lain batubara nikel, aluminium dan copper. Ada beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan harga seperti minyak kernel, emas, timah,"
Sebagai contoh, lanjut Suhariyanto, menurut catatan BPS harga minyak mentah mengalami kenaikan dari bulan ke bulan. Jika pada April 2017, sebesar USD 67,43 per barrel, sementara pada Mei naik menjadi USD 72,46 per barrel.
"Dengan perkembangan harga sepanjang April-Mei berpengaruh pada ekspor-impor Indonesia," tandas dia.
Advertisement