Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati prediksi kebutuhan subsidi energi selama 2018 mencapai Rp 163,5 triliun. Angka ini meningkat Rp 69 triliun jika dibandingkan target pemerintah pada Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp 94,5 triliun.Â
Sri Mulyani mengatakan, rencana kenaikan subsidi energi telah mempertimbangkan kondisi saat ini. Hal ini juga sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Â
"Kita hitung berdasarkan jumlah subsidi yang sudah ada pada semester I dan juga perbedaan harga diesel terhadap yang ditetapkan dengan harga yang berlangsung. Kita bahas bersama Menteri ESDM dan BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani menuturkan, penambahan subsidi dilakukan agar penugasan kenaikan subsidi BBM yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dapat berjalan tanpa mengganggu neraca keuangan perusahaan.Â
"Yaitu kebutuhan dari sisi operasi untuk menjalankan policy subsidi itu maupun dari sisi potensi keuntungan baik dari hulu maupun tekanan dari kegiatan hilir yang berkaitan dengan subsidi," ujar Sri Mulyani.Â
Sri Mulyani menambahkan, kenaikan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat. Dia berharap, hitungan penambahan subsidi ini akan dibahas kemudian oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan bersama DPR.Â
"Kita melakukan hitungan ini dan tentu kita berharap dari Menteri ESDM akan tetap berkomunikasi dengan dewan mengenai kenaikan alokasi subsidi ini. Namun secara overall policy ini untuk menjaga daya beli masyarakat. Dan untuk menjaga agar momentum pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas terutama ada tekanan cukup besar sehingga tetap bisa menjaga confidence," ujar dia.
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Asosiasi Energi Internasional Ingatkan Pemerintah Hati-Hati Salurkan Subsidi Energi
Sebelumnya, Asosiasi Energi Internasional (International Energy Association/IEA) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memberikan subsidi energi. Beban subsidi semakin berat dalam kondisi kenaikan harga minyak.
Direktur Eksekutif IEA Advisory Board of World Economic Forum (WEF), Fatih Birol, mengatakan, subsidi energi sebenarnya diperlukan untuk melindungi masyarakat yang kurang mampu.
Di sisi lain, subsidi energi akan membuat keuangan negara dan penggunaan energi tidak efisien. Hal ini diperberat dengan kenaikan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini.
"Subsidi itu inefisien dalam sistem ekonomi dan energi, tapi dalam satu waktu untuk melindungi masyarakat yang paling miskin dalam populasi," kata dia di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin 16 Juli 2018.
Menurut Birol, pemerintah harus berhati-hati dalam menggelontorkan subsidi. Itu karena jika tidak berhati-hati, dampaknya akan membuat pengeluaran keuangan negara tidak efisien dan penggunaan energi semakin boros.
"Buat beberapa negara berpikir dua kali untuk subsidi atau enggak. Di ASEAN, harusnya hati-hati dengan subsidi, karena buka inefisien energy use," tutur Biro.
Birol menyarankan, agar pengeluaran keuangan negara dan penggunaan energi efisien, penyaluran subsidi harus tepat sasaran dengan memberikannya ke pihak yang berhak menerimanya.
"Makanya kebijakan dari target subsidi itu perlu didesain case by case. Pendekatan yang benar, tapi subsidi ini harus sesuai target mengingat harga minyak dunia masih volatile," dia menandaskan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Â
Advertisement