PHE ONWJ Mulai Kembangkan Lapangan Migas Lepas Pantai YYA

Hingga Agustus 2018, produksi minyak dan gas bumi PHE ONWJ sekitar 30 ribu BPH dan 106,4 MMSCFD.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Sep 2018, 18:22 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2018, 18:22 WIB
Blok ONWJ oleh PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (Dok Foto: PHE ONWJ)
Blok ONWJ oleh PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (Dok Foto: PHE ONWJ)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) mengembangkan lapangan lepas pantai YYA , Handil, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Lapangan saat ini‎ memulai tahap fabrikasi anjungan lepas pantai. ‎

General Manager PHE ONWJ Siswantoro M Prasodjo mengatakan, ‎pengembangan Lapangan YY merupakan tindak lanjut keberhasilan penemuan cadangan migas, dari aktivitas pemboran sumur eksplorasi YYA-4 pada 2011. Lapangan YY terletak sekitar 90 KM dari Jakarta di lepas pantai utara Jawa Barat.

“Setelah dievaluasi, temuan cadangan migas di sumur eksplorasi YYA-4 cukup menarik untuk dikembangkan,” kata Siswantoro, di Jakarta, Rabu (19/9/2018).

Produksi dari lapangan YY diharapkan dapat mulai dialirkan pada akhir 2019. Lapangan ini memiliki potensi produksi minyak dan gas bumi rata-rata harian sebesar 3.750 barel per hari (BPH) pada dan 20 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Proyek senilai USD 85,4 juta ini mencakup pembuatan anjungan baru YYA, membangun pipa penyalur bawah laut 12” sepanjang 13,5 kilometer (km), dan modifikasi anjungan yang telah ada di anjungan KLB dan KLA.

PHE ONWJ merupakan salah satu penghasil minyak dan gas bumi terbesar di Indonesia. Hingga Agustus 2018, produksi minyak dan gas bumi PHE ONWJ sekitar 30 ribu BPH dan 106,4 MMSCFD.

“Pengembangan Lapangan YY merupakan langkah strategis untuk mengamankan pasokan energi negeri,” tandasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Neraca Perdagangan Defisit karena Migas, Ini Penjelasannya

Ilustrasi Lapangan Migas.(Foto: PHE ONWJ)
Ilustrasi Lapangan Migas. (Foto: PHE ONWJ)

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan neraca perdagangan Agustus 2018 mengalami defisit USD 1,02 miliar. Hal tersebut dipicu defisit sektor minyak dan gas bumi (migas).

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, ekspor migas menurun karena produksi migas Indonesia mengalami penurunan. Dia menyebutkan salah satu blok migas yang mengalami penurunan produksi adalah Mahakam.

"Ekspor turun iya, karena ada blok yang milik asing Total Mahakam jadi Pertamina. Kedua adanya penurunan produksi 30 ribu barel per hari," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (18/9/2018).

Seharusnya penurunan ekspor migas juga diikuti dengan penurunan impor migas. Namun, karena kenaikan kegiatan perekonomian yang memicu peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi tersebut membuat impor BBM naik untuk memenuhi kebutuhan.

"Apakah impor turun, harusnya juga, tapi naik ada dua hal, kegiatan ekonomi naik. Impor BBM oleh karena itu naik," jelasnya.

Arcandra mengungkapkan, untuk menekan impor migas, Kementerian ESDM telah mengeluarkan kebijakan, kewajiban pembelian minyak bagian kontraktor oleh PT Pertamina (Persero).

Adapun potensi minyak bagian kontraktor bisa dibeli Pertamina mencapai 225 ribu barel per hari (bph) sampai 235 ribu bph.

Minyak tersebut kemudian diolah di fasilitas pengolahan minyak (kilang) dalam negeri untuk diubah menjadi BBM, sehingga akan menurunkan impor BBM.

"Ini potensi yang akan dibeli oleh Pertamina atau kilang lokal untuk diolah dalam negeri. Kira kira untuk perbaiki neraca kita,"tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya