Genjot Pariwisata, RI Bisa Tekan Defisit Transaksi Berjalan

Ekonom UOB menyebutkan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.

oleh Merdeka.com diperbarui 03 Okt 2018, 19:37 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2018, 19:37 WIB
Dampak Gunung Agung, Pura Lempuyang Sepi Pengunjung
Wisatawan berkunjung ke Pelataran Agung Pura Lempuyang, Karangasem, Bali, Kamis (7/12). Erupsi Gunung Agung menyebabkan sejumlah destinasi wisata di kawasan Bali Timur mengalami penurunan jumlah wisatawan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Defisit transaksi berjalan Indonesia cenderung melebar. Oleh karena itu, membutuhkan strategi hadapi defisit transaksi berjalan terutama dari sektor jasa.

Defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia kuartal II 2018 sebesar 3,04 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau nilainya USD 8 miliar. Jumlah ini lebih tinggi dari kuartal I 2018 yang mencapai USD 5,7 miliar. 

Ekonom UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, menyampaikan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Salah satunya yaitu meningkatkan pendapatan dari sektor jasa.

"Kita punya defisit di sektor oil and gas, tapi punya hal yang bisa mengecilkan (defisit transaksi berjalan). Contohnya dari service balance, tourism income kita," ungkapnya dalam Konferensi Pers, di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (3/10/2018).

Dia mengatakan, sektor jasa, terutama pariwisata masih harus perlu dikembangkan. Sebab Indonesia memiliki potensi yang cukup menjanjikan di sektor tersebut.

"Tahun 2017, naiknya tidak seberapa USD 15 miliar (pendapatan dari sektor pariwisata) saja. Menurut saya masih banyak potensi yang harus digali," kata dia.

"Program yang membangun, banyak investasi (di sektor pariwisata), saya rasa sangat mendukung supaya tourism income kita ini bisa naik," lanjut dia.

Sisi lain yang harus dilakukan adalah meningkatkan kecakapan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Peningkatan kemampuan TKI, akan meningkatkan pendapatan. Peningkatan pendapatan TKI tentu akan meningkatkan devisa Indonesia dalam bentuk remitansi alias tranfer dana dari para Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Diketahui, nilai remitansi tenaga kerja Indonesia yang mengadu nasib di luar negeri sepanjang 2017 sebesar USD 8,7 miliar. Angka ini masih kalah dibandingkan Filipina yang mencapai USD 32,8 miliar.

"Yang kedua (untuk memperbaiki) secondary income, remitansi kita, dana untuk vocational training misalnya supaya bahasa Inggris menjadi lebih baik," ujar dia.

Jika kedua sektor ini dapat diperbaiki performanya, dalam jangka panjang defisit transaksi berjalan akan dapat dikurangi. "Jadi kita bisa dalam jangka panjang secara konsisten membenarkan dua sisi ini," kata dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

Sri Mulyani Prediksi Defisit Transaksi Berjalan Belum Turun pada Kuartal III 2018

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal III-2018 masih akan defisit. Hal itu melihar CAD yang masih belum jauh berbeda dibandingkan periode sebelumnya.

"Jadi kita sudah dapat melihat bahwa untuk kuartal III-2018 CAD-nya masih akan belum menurun," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin 24 September 2018.

Diketahui, Bank Indonesia (BI) merilis defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 sebesar USD 8 miliar. Jumlah tersebut meningkat menjadi 3 persen dari kuartal I-2018 yang tercatat hanya sebesar USD 5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Sri Mulyani juga menyoroti neraca perdagangan yamg dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli dan Agustus juga masing-masing telah defisit sebesar USD 2,03 miliar dan USD 1,02 miliar. Penyebabnya tak lain adalah kebutuhan impor yang masih dinilai tinggi.

Bahkan untuk menyiasati agar transkasi berjalan tidak mengalami defisit telah dilakukan berbagai kebijakan. Salah satunya melalui perluasan Biodisel 20 persen atau B20, untuk menekan laju impor.

"Beberapa measure yang dilakukan kemarin kan baru mulai efektif kan, sebagian dimulai di September ini," imbuh Sri Mulyani.

Namun nampaknya, kebijakan tersebut tak semulus yang direncanakan oleh pemerintah. Sebab, dalam realisasinya Pertamina masih mengalami kendala dalam perluasan B20.

"Pertamina menyampaikan ada kendala maka kita akan coba atasi dan kita akan terus koordinasi dengan menteri-menteri yang lain," ungkapnya.

"Kementerian Keuangan juga menyiapkan seluruh instrumen fiskal. Kalau emang ada yang perlu ditambah kita tambah, ada yg kurang kita kurang, begitu ya," pungkasnya.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya