Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan sisa proses administrasi untuk proyek pembangkit Listrik 35 ribu Megawatt (MW) selesai di 2019. Dengan demikian, pada 2024 mega proyek tersebut rampung dibangun seluruhnya dan bisa beroperasi.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengatakan, dari 35 ribu MW, sekitar 19 ribu MW akan beroperasi di 2019. Sedangkan secara keseluruhan, ditargetkan selesai pada 2024.
"Yang 19 ribu MW selesai di 2019, COD (beroperasi secara komersial). Sisanya, karena proses konstruksinya sedikit melambat baru selesai di 2024. Tapi sebenarnya proses administrasi semua selesai di 2019," ujar dia dalam Indonesia Investment Forum 2018 di Bali, Rabu (10/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Awalnya pemerintah memang menargetkan 35 ribu MW bisa selesai pada 2019. Namun dengan kondisi global seperti saat ini dan pertumbuhan konsumsi yang di bawah perkiraan, maka pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik diputuskan untuk mundur dari jadwal.
"Tadinya semua 2019‎. Agak lambat karena penurunan demand global dan pertumbuhan ekonomi. Jadi ketahan sedikit. Tapi kita kejar proses administrasinya. Karena kalau proses konstruksi ini kan alamiah. ‎Jadi yang tadinya kita mengira demandnya bakal naik tinggi, enggak tahunya enggak," kata dia.
Laode menjelaskan, di sektor kelistrikan saat ini saja sudah ada kelebihan kapasitas sekitar 30 persen. Jika proyek 35 ribu MW dipaksa untuk segera selesai 2019, maka kelebihan kapasitas ini akan meningkat hingga 80 persen.
"Administrasi tidak ada penundaan, yang ditunda itu proses konstruksi. Kenapa konstruksi ditunda, karena kan sekarang kelebihan kapasitas itu 30 persen. Kalau kita selesaikan semua bisa naik jadi 60 persen-80 persen. Nah ini kita buang-buang power. Jadi PLN-nya over investment. Kita berinvestasi banyak tapi yang pakai listriknya tidak ada," ungkap dia.
Namun jika 35 ribu MW baru selesai 2024, Laode meyakini kelebihan kapasitas ini akan menurun. Sebab, dalam jangka waktu dari 2019 hingga 2024, kebutuhan akan listrik akan semakin meningkat.
"Karena ada jaminan investasi itu tumbuh kalau cadangan power itu banyak, jadi dalam 1-2 tahun ke depan itu akan meningkat lagi sehingga kelebihan kapasitas yang tadinya 30 persen itu bisa turun lagi, di situ kita mendapatkan benefit ekonomi dari pembangkit," tandas dia.
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RI Masuk 10 Negara dengan Tarif Listrik Termurah di Dunia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, tarif listrik di Indonesia masih ‎jauh lebih murah ketimbang negara tetangga. Pemerintah terus berupaya agar tarif listrik bisa lebih terjangkau masyarakat.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan‎, dari tarif listrik 190 negara, Indonesia masih berada dalam kelompok 10 negara dengan tarif listrik termurah. Ini berdasarkan data Bank Dunia, pada poin kemudahan investasi. Â
BACA JUGA
Adapun tarif listrik Indonesia, rata-rata sebesar USD 11,1 sen per kilo Watt hour (kWh). Tarif ini jauh lebih murah ketimbang Malaysia USD 12,9 sen per kWh, Thailand USD 13,5 sen per kWh dan Filipina tarif listriknya, rata-rata USD 18,67 sen per kWh.Â
Dia menambahkan, tarif rumah tangga di Indonesia dengan daya 450 volt Amper (vA) dan 900 v‎A bersubsidi, dikenakan biaya Rp 169 per kWh untuk penurunan 30 kWh pertama.
"Kalau mau sekadar mencantumkan angka tarif, maka tarif listrik PLN untuk rumah tangga yang paling murah sedunia,"‎ kata Agung, saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (24/8/2018).
Agung mengungkapkan, jika merujuk dari EIA, tarif listrik di Amerika Serikat rata-rata Mei 2018 ditetapkan berada di level USD 13,15 kWh.‎
Dia menegaskan, agar masyarakat tidak mudah percaya kabar yang sumber datanya tidak jelas. "Jadi berita tarif listrik Amerika USD 3 sen‎ per kWh itu hoax," tegasnya.
Â
Advertisement