Pemerintah Tunda Proyek Pembangkit Listrik 4.600 MW

Pemerintah hitung ulang pengoperasian pembangkit listrik bagian program kelistrikan 35 ribu MW, untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Sep 2018, 17:45 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2018, 17:45 WIB
20160330- Progres Pembangun PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso-Sulut-Faizal fanani
Tiang pemancang terpasang di pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mencatat, total kapasitas pembangkit listrik bagian dari pro‎gram 35 ribu Mega Watt (MW) yang ditunda pengoperasiannya mencapai 4.600 MW.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsaman Sommeng, mengatakan pemerintah menghitung ulang pengoperasian pembangkit listrik bagian program kelistrikan 35 ribu MW, untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan memundurkan pengoperasian pembangkit listrik.

‎"Kami atur berapa kebutuhan pertumbuhan listrik. Kalau dulu elasitasnya pertumbuhan dan kebutuhan energi itu 1,5 kalinya pertumbuhan ekonomi," kata Andy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/9/2018).

Andy menuturkan, pembangkit yang berpotensi  dimundurkan pengoperasianya adalah yang belum menyelesaikan keuangan (financial close) dengan total 15,2 ribu MW. Namun, setelah dievaluasi tidak semua pembangkit bisa ditunda pengoperasianya.

Berdasarkan evaluasi tersebut, 6,4 ribu MW‎ dari 15,2 ribu MW tidak bisa ditunda pengoperasianya, karena 3.510 MW merupakan pembangkit Energi Baru Tebarukan (EBT), sedangkan sisanya pembangkit untuk menunjang untuk menjaga kehandalan pasokan listrik. 

Selain itu, ada 4.160 ribu MW yang sudah ditandatangani kontrak jual beli listriknya (Power Purchase Agrement/PPA). Dengan begitu total pembangkit listrik yang tidak bisa diundur pengoperasiannya sebesar 10.560 MW. Sedangkan yang bisa diundur pengoperasianya mencapai 4.600 MW.

‎"Jadi total ada 10.560 MW yang tidak bisa ditunda sehingga yang dpt ditunda hanya 4.600 MW itu penundaan ya bukan pembatalan," kata dia.

Andy mengatakan, pembangkit yang diundur pengoperasiannya pasca  2019. Sedangkan paling lama beroperasi pada 2024. "Beroperasinya bertahap, paling lama 2024," kata dia.

 

Kementerian ESDM Tunda Proyek Pembangkit Listrik 15,2 Giga Watt

Progress Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW untuk Indonesia
Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 15,2 giga watt (GW). Langkah ini dalam rangka menekan impor komponen di sektor energi.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, proyek pembangkit listrik 15,2 GW tersebut merupakan bagian dari megaproyek 35 ribu MW. Proyek-proyek yang digeser waktu pelaksanaannya merupakan proyek yang belum mendapatkan pendanaan untuk pembangunannya.

"Proyek listrik ini dari 35 ribu MW yang belum financial close dan sudah digeser ke tahun berikutnya itu mencapai 15,2 GW. Ini memang sebelumnya 15,2 GW diharapkan selesai di 2018. Sekarang ditunda, ada yang sampai 2021, ada yang sampai 2026. Tapi bukan dibatalkan," ujar dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Dia menjelaskan nilai investasi dari proyek-proyek yang ditunda tersebut mencapai USD 25 miliar. Namun demikian, dengan adanya penundaan ini diharapkan dapat menekan beban impor, khususnya ditengah pelemahan rupiah seperti sat ini.

"Dengan pergeseran ini tentu tekanan untuk pengadaan untuk barang impor berkurang. Biasanya TKDN-nya itu 20 persen-40 persen. Ada sih yang 50 persen. Investasinya USD 24 miliar-USD 25 miliar. Kapasitas pembangkit yang ditunda secara total yang COD-nya harusnya 2019 mungkin bisa kurangi beban impor kira-kira sampai USD 8 miliar-USD 10 miliar," jelas dia.

Selain itu, penundaan pembangunan pembangkit ini juga sejalan dengan pertumbuhan konsumsi listrik per tahun. Jika dalam APBN pertumbuhan konsumsi listrik ditargetkan 8 persen, namun pada tahun ini diperkirakan hanya 6 persen.

"Karena pertumbuhan listrik meski dulu estimasi 12 persen, ternyata tidak bisa. Tahun lalu tumbuh 7 persen. Dan sampai semester I tahun ini ini 4,7 persen. Jadi tahun ini maksimum tumbuh sekitar 6 persen. Target di APBN 8 persen," ungkap dia.

Jonan memastikan, penundaan ini tidak akan menurunkan target rasio elektrifikasi sebesar 99 persen pada 2019. Pada tahun ini rasio elektrifikasi diperkirakan akan mencapai 95 persen.

‎"Namun apa yang kita lakukan tidak mengurangi target pemerintah untuk mencapai rasio elektrifikasi 99 persen di 2019. Sekarang sudah 97,14 persen. Akhir tahun mungkin 95 persen tercapai. Tahun depan kalau PLN dan kita semangatnya tinggi bisa capai 99 persen," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya