Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) optimistis masih meraup laba pada tahun ini, meski harga minyak naik dan rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan perhitungan, Direktur Keuangan PT Pertamina Pahala Mansyuri mengatakan perusahaan masih bisa membukukan laba untuk laporan keuangan tahun ini.
Advertisement
Baca Juga
Dengan begitu sampai akhir 2018 Pertamina masih meraup keuntungan atas kegiatan usaha tahun ini.
"Prognosa kita sampai dengan saat ini Pertamina masih akan membukukan laba untuk 2018. Harapan kita sampai dengan akhir tahun nanti kita masih bisa bukukan laba," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Meski masih meraup untung, menurut Pahala, besarannya jauh lebih rendah ketimbang tahun lalu, yaitu sebesar US$ 2,4 miliar di 2017 atau Rp 36,4 triliun (kurs Rp 13.500).
"Tentunya berkurang, tapi kita masih akan bukukan laba sampai dengan akhir tahun," ucapnya.
Namun, ketika ditanyakan besaran keuntungannya, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia ini belum bisa menyebutkan. Dia hanya menyebutkan keuangan Pertamina masih positif pada tahun ini.
"Enggak bisa kasih angka. Saya enggak hapal angkanya. Masih akan positif Insyaallah," katanya.
Rupiah Menguat Dipengaruhi Perubahan Asumsi Makro APBN 2019
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Rabu ini. Penguatan rupiah dipengaruhi oleh kombinasi sentimen dari dalam dan luar.
Mengutip Bloomberg, Rabu (17/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.178 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.200 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.172 per dolar AS hingga 15.186 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,03 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.178 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.206 per dolar AS.
Baca Juga
Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan, mata uang dolar AS cenderung melemah terhadap sejumlah mata uang dunia didorong oleh ekspektasi investor yang mulai positif terhadap kinerja pasar modal negara-negara berkembang.
"Kenaikan di sejumlah pasar modal negara berkembang berdampak positif terhadap rupiah, sentimen itu berdampak pada masuknya capital inflow ke pasar saham dan obligasi Indonesia," katanya dikutip dari Antara.
Ia menambahkan imbal hasil obligasi Amerika Serikat yang stabil di level 3,16 persen menunjukan investor semakin positif terhadap laporan keuangan emiten-emiten di pasar saham.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan disetujuinya asumsi nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2019 sebesar 15.000 per dolar AS direspons positif pelaku pasar uang.
Di sisi lain, lanjut dia, pagelaran Asian Games yang menyumbang 0,05 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) turut memberikan sentimen positif pada rupiah.
Advertisement