Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koodinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyatakan bahwa pemerintah akan mendorong pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Langkah ini dijalankan agar industri pengolahan kayu panel di Tanah Air dapat kembali berkembang.
"Ya nanti kami selesaikan permasalah HTI dulu supaya dia bisa digunakan, dia bisa nanam sendiri. Potensinya ada di sana," kata Darmin saat ditemui di Hotel Four Seasons, Jakarta, Senin (26/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Terkait dengan pinjaman modal terhadap perbankan, kata Darmin, itu hanya menyoal agunanan. Artinya hanya soal kesepakatan saja antara industri dan pihak perbankan untuk pendanaan pembangunan tersebut.
"Itu kan soalnya bisa jadi agunan atau enggak, konkret ya itu begitu dan itu soal kesepakatan sebenarnya, ya mari kita bikin kesepakatan dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sehingga bisa selesai dia," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), Martias menyatakan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) khususnya pada kayu pertukangan belum cukup berkembang.
Sebab HTI sendiri tidak mendapat pendanaan pinjaman dari perbankan. Oleh karenanya, para pelaku usaha kayu meminta agar prasyarat dalam meminjamkan kredit pada perbankan, dipermudah.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berbagai Hambatan
Martias membeberkan beberapa tantangan mengenai sulitnya sektor industri kayu lapis untuk berkembang. Menurutnya, dibubarkannya tata niaga ekspor kayu dan dibukanya keran ekspor kayu bulat menjadi salah satu penyebabnya.
"Dibukanya ekspor kayu bulat ini justru memberi perluang bagi industri sejenis di negara lain, untuk hidup kembali, Kemudian pada 2001 keran ekspor ditutup kembali, tetapi karena sudah terlanjur berkembang menjadi sulit dikendalikan, akibatnya ekspor kayu lapis menurun," kata Martias, dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-VIII APKINDO, di Hotel Four Seasons, Jakarta, Senin (26/11/2018).Â
BACA JUGA
Martias mengatakan tingginya biaaya produksi akibat kenaikan harga kayu bulat, Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Upah Minimum Regional (UMR) serta bahan-bahan pendukung lainnya, juga menjadi penyebab produk kayu lapis Indonesia kehilangan daya saing. Kemudian persoalan lainnya adalah meisn produksi yang kebanyakan sudah tua sehingga tidak efisien untuk digunakan.
Ditambah lagi kata dia, industri kayu lapis harus menambah lebih dari 50 persen ekstra modal kerja akibat harus menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kayu bulat yang proses restitusinya sulit dan memakan waktu lama hingga mencapai dua tahun.
"PPN kayu bulat seharusnya dihapuskan, karena kayu bulat belum mengalami penambahan nilai. Sebelum adanya kebijakan penghapusan PPN, maka restitusi PPN harus dipercepat selambat-lambatnya tiga bulan," kata dia.
Advertisement