Liputan6.com, Jakarta - Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu 15 di bawah kendali Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tahuna Sulawesi Utara menertibkan empat alat bantu penangkapan ikan rumpon ilegal milik nelayan Filipina di perairan Sulawesi Utara.
"Rumpon-rumpon tersebut dipasang tanpa izin di perairan Indonesia dan masuk sekitar 3 mil laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)," ungkap Plt. Direktur Jenderal PSDKP Agus Suherman, dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (12/5/2019).
Selanjutnya, Kapal Pengawas Perikanan Hiu 15 yang dinakhodai Capt. Aldi Firmansyah membawa dan menyerahkan rumpon ilegal tersebut ke Pangkalan PSDKP Bitung. Hal ini mempertimbangkan kondisi gelombang laut serta jarak yang paling dekat dari lokasi.
Advertisement
Baca Juga
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 26/Permen-KP/2014 tentang Rumpon, setiap orang yang melakukan pemasangan rumpon di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) wajib memiliki surat izin pemasangan rumpon (SIPR).
Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut dan berguna untuk membuat ikan-ikan berkumpul di rumpon selanjutnya di tangkap oleh kapal penangkap ikan.
"Nelayan Filipina disinyalir memasang banyak rumpon di wilayah perbatasan Indonesia-Filipina untuk meningkatkan hasil tangkapan. Setidaknya selama 2019, sebanya 33 unit rumpon milik nelayan Filipinan ditertibkan Kapal Pengawas Perikanan," tambah Agus Suherman.
Pemasangan rumpon oleh nelayan Filipina di perbatasan dapat merugikan nelayan Indonesia karena ikan-ikan akan berkumpul di area rumpon dan tidak masuk ke perairan Indonesia.
Untuk itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menekankan pentingnya penertiban rumpon-rumpon ilegal di perairan Indonesia, selain upaya pemberantasan kapal perikanan ilegal.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Menteri Susi Kembali Tenggelamkan 13 Kapal Asing Pencuri Ikan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menenggelamkan 13 kapal asing pencuri ikan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu Natuna Kepulauan Riau, Belawan Sumatera Utara, dan Pontianak Kalimantan Barat pada Sabtu kemarin. Sebelumnya, Menteri Susi juga telah menenggelamkan 13 kapal kapal asing pencuri ikan berbendera Vietnam di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat.
Sebanyak tujuh kapal berbendera Vietnam dimusnahkan di Natuna, tiga kapal berbendera Malaysia dimsunahkan di Belawan, dan tiga kapal berbendera Vietnam dimusnahkan di Pontianak.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudijastuti menjelaskan, penenggelaman ini merupakan pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku IUU Fishing sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Perikanan Republik Indonesia (RI).
BACA JUGA
Kapal asing pencuri ikan yang dimusnahkan merupakan kapal-kapal yang telah mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (incrakht). Oleh karena itu, penenggelaman yang dilakukan adalah semata-mata dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan dan dilaksanakan oleh Jaksa dengan didukung oleh Satgas 115.
“Menenggelamkan kapal ini kesannya serem, kesannya jahat, tapi merupakan way out yang paling cantik untuk menyelesaikan permasalahan IUU Fishing di negeri kita. Kalau tidak, mau berapa tahun permasalahan IUU Fishing akan bisa diselesaikan,” ujar Susi dalam keterangan tertulis, Minggu (12/5/2019).
Menurutnya, pemusnahan kapal asing pencuri ikanmerupakan bentuk ketegasan Indonesia terhadap kedaulatan wilayahnya agar disegani oleh negara-negara lain. Sebab tidak mungkin bila negara harus memagari lautnya dengan kapal perang ataupun pesawat udara secara terus-menerus.
“Negara tidak mungkin melakukan pemagaran laut dengan kekuatan militer secara terus-menerus. Berarti kita harus disegani, kita ini harus menunjukkan bahwa kita tegas, dan konsisten serta tidak main-main dalam penegakan hukum. Itulah pagar terbaik laut kita ,” ucapnya.
Advertisement
Sandingkan dengan Singapura
Menteri Susi menyandingkan hal itu dengan ketegasan yang dilakukan oleh negara tetangga, Singpura, dalam menjaga kedaulatan lautnya.
“Singapura yang kecil pun tidak memagari lautnya dengan kapal-kapal perang, namun Singapura memagari dengan akuntibiltas, integritas, dan ketegasan sehingga walaupun kecil, disegani di Asia, bahkan di dunia. Nah, kita Indonesia ini juga bisa, bukan tidak bisa,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemusnahan merupakan cara yang wajar yang juga diterapkan oleh negara-negara lain terhadap kapal pelaku illegal fishing, termasuk terhadap kapal Indonesia yang melakukan hal serupa di negara lain.
“Cara inilah yang terbaik. Hal ini juga diterapkan di negara lain seperti Australia yang membakar kapal Indonesia bila masuk dan menangkap ikan secara ilegal di perairan mereka,” ujar Menteri Susi.
Secara khusus, ia menambahkan pentingnya untuk menjaga Laut Natuna yang secara geografis merupakan wilayah yang sangat penting di kawasan. Menurutnya, Indonesia harus bersikap tegas dengan tidak memberikan lubang ( loopholes) bagi penegakan hukum di wilayah ini.
“Laut Natuna secara geografis adalah wilayah yang sangat penting di antara negara-negara tetangga kita. Konflik di sini bisa menyebabkan ketegangan muncul yang bisa menganggu perdamaian. Kita harus jaga. Jaganya dengan apa? Dengan memastikan bahwa hukum itu tidak ada lubang kelemahan. Kalau kita akan kembali ke pelelangan kapal, ya akan kembali lagi seperti dulu,” tegasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Agus Suherman mengungkapkan, pemusnahan atas 13 kapal tersebut menambah jumlah kapal yang sudah dimusnahkan sejak bulan Oktober 2014.
Hingga saat ini, sebanyak 516 kapal telah dimusnahkan. Jumlah tersebut terdiri dari 294 kapal Vietnam, 92 kapal Filipina, 76 kapal Malaysia, 23 kapal Thailand, 2 kapal Papua Nugini, 1 kapal RRT, 1 kapal Nigeria, 1 kapal Belize, dan 26 kapal Indonesia.