Apindo Ingin Jokowi Revisi UU Ketenagakerjaan

Dalam kurun waktu terakhir ini, tren dari 10 tahun terakhir adalah yang masuk itu adalah lebih pada industri padat modal.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jun 2019, 16:04 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2019, 16:04 WIB
20161129- Kadin dan Apindo Angkat Bicara Dampak Aksi 212-Jakarta- Angga Yuniar
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani (kiri) memberikan tanggapan terkait rencana Aksi 2 Desember di Jakarta, Selasa (29/11). Hariyadi berharap Aksi 212 berjalan tertib dan tidak mengganggu kegiatan usaha. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

 

Liputan6.com, Jakarta - Ada dua masalah utama yang menjadi sorotan dalam pertemuan jajaran pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Ketua Umum Apindo Haryadi B. Sukamdani mengemukakan, bahwa dalam kurun waktu terakhir ini, tren dari 10 tahun terakhir adalah yang masuk itu adalah lebih pada industri padat modal. Industri padat karya itu yang sangat-sangat berkurang banyak. Padahal, rakyat kita ini jumlahnya 265 juta orang, angkatan kerjanya lebih dari 130 juta orang.

“Ini yang tadi kami sampaikan, perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-Undang Ketenagakerjaan karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini,” kata Haryadi dikutip dari laman Setkab.

Kalau melihat sekarang, lanjut Ketua Umum Apindo itu, justru pemain-pemain padat karya yang nilai ekspornya besar itu sudah beralih, yaitu ke Vietnam, Myanmar, Bangladesh, Srilangka, dan juga Kamboja, bahkan Laos sekarang sudah mulai bersiap-siap. Nah kita tentunya jangan sampai berkonsentrasi ke padat modal tapi padat karyanya tidak ditangani dengan baik.

“Itu kira-kira tadi yang kita bahas inti utama, seperti itu,” ujar Haryadi.

Menurut Haryadi, Apindo dan Hippindo memberikan masukan yang masih menjadi catatan sangat penting, masalah regulasi. Kedua asosiasi ini menilai, regulasi yang ada sekarang ini masih terkotak-kotak, jadi egosentris dari kementerian itu. Termasuk tadi dibahas masih tidak terkonsentrasinya misalnya contohnya adalah dana promosi.

“Dana promosi kita semua lembaga punya dan akhirnya sebetulnya tidak punya relevansinya. Sehingga pada saat kita akan melakukan promosi itu tidak maksimal,” terang Haryadi seraya menambahkan, Presiden bilang kalau dikumpulkan dana promosi kita itu ada Rp 26 triliun. Lalu juga dana riset yang juga tersebar padahal kalau dikumpulkan dana riset itu bisa mencapai Rp 27 triliun.

“Jadi ini yang ke depan yang menurut saya adalah perlu kita bahas,” kata Haryadi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perpajakan

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Selain masalah-masalah di atas, menurut Ketua Umum APINDO Haryadi B. Sukamdani, juga dibahas masalah perpajakan, menyampaikan bahwa sekarang ini yang paling utama sebetulnya adalah untuk membahas masalah Undang-Undang PPn (Papajak Pertambahan Nilai) dan PPH (Pajak Penghasilan).

“Jadi yang terkait dengan hal itu lebih mendesak untuk kita selesaikan ketimbang ketentuan umum perpajakan,” ucap Haryadi.

APINDO dan HIPPINDO, lanjut Haryadi, menilai sebetulnya dengan kondisi yang seperti sekarang ini terjadi dimana di bawah Kementerian Keuangan, telah terjadi sinergi yang sangat baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai.

Karena itu, APINDO dan HIPPINDO menili, wacana untuk membuat badan baru penerimaan keuangan negara sudah tidak relevan lagi. Karena sekarang pun sudah berjalan. “Oleh karena itu, juga kami menyampaikan sebaiknya kita fokus kepada pembahasan di PPn dan PPH supaya langsung dampaknya bisa dirasakan oleh kita semua,” ucap Haryadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya