Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Indef Enny Hartati berbicara soal nasib Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai akan digantikan dengan kehadiran [superholding](3941993/ ""), di periode kedua Jokowi. Menurutnya, kehadiran kementerian saat ini tampak membatasi gerak badan usaha milik negara yang sesunggunya membutuhkan fleksibilitas lebih.
"Pemerintah punya konsep yang namanya holdings, dan itu yg sesuai dengan kebutuhannya kalau emang lebih efisien merger vertikal atau horiszontal (dengan BUMN)," kata Enny saat diskusi polemik, di Resto d'Consulate, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Melalui [superholding](3941993/ ""), lanjut Enny, perusahaan yang merupakan BUMN ini akan memilki blue print dari arah bisnis mereka masing-masing. Tapi tentu kepentingan dan aturannya masih diawasi sebagai agent of development negera melalui beleid BUMN.
Advertisement
"Jadi aturan mengenai UU BUMN, sehingga paling utama esensi kinerja BUMN tetap agent of development, tapi tidak membutuhkan aturan birkorasi (kementerian) seperti sekarang," terang Enny.
Baca Juga
Sorotan Enny terhadap kementerian BUMN memang bukan hal baru. Satu dari 34 kementerian di era Jokowi ini kerap dikritisi pengamat dan pemerhati ekonomi.
"Ini sudah lama diksritisi karena dinilai keberadaannya tidak pas. Sekarang yang kita butuhkan dalam perekonomian ini untuk mengakselelarasi peningkatan. Karena jka hanya tumbuh atau stuck di 5 persen maka tak ada peningkatan, itu hanya mengikuti pertumbuhan natural saja," kritis dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kementerian Dihapus
Soal wacana tak penghapusan kementerian BUMN dan digantikan Holdings, sempat disinggung Menteri BUMN Rini Soemarno. Dia mengatakan, bahwa superholding lah yang akan menggantikan kementerian binaannya tersebut.
"Kementerian BUMN akan hilang. Jadinya nanti ada superholding," kata Rini di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin 15 April 2019.
Menurut dia, superholding akan menyerupai Temasek Holdings dari Singapura dan Khazanah Nasional dari Malaysia. Meski tak ada lagi Kementerian BUMN, namun monitoring tetap dikontrol langsung oleh pemerintah. Seperti Khazanah dan Temasek yang langsung ke perdana menterinya. juga langsung ke PM.
"Jadi nanti kalau superholding juga langsung ke Presiden," jelas Rini.
Advertisement