Dampak Perang Dagang, Jumlah Pengangguran di AS Meningkat

Salah satu penyebab jumlah pengangguran di Amerika meningkat karena perang dagang antara Amerika dan China yang sudah berlangsung selama 15 bulan.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2019, 18:00 WIB
Ilustrasi pengangguran (sumber: iStockphoto)
Ilustrasi pengangguran (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah individu di Amerika yang mengajukan untuk tunjangan pengangguran sedikit meningkat dari minggu lalu.

Menurut Departemen Tenaga Kerja yang dilansir dari CNBC, Jumat (11/10/2019) sebelumnya, pengajuan tunjangan pengangguran sebesar 2 ribu orang. Satu minggu kemudian meningkat 4 ribu orang menjadi 219 ribu orang.

Hal tersebut terjadi diperkirakan adanya pemogokan kerja di Amerika. Sedangkan pekerja yang mogok kerja tidak memenuhi syarat untuk menerima tunjangan.

Selain pemogokan kerja, perang dagang yang selama 15 bulan antara Amerika dan China membebani kepercayaan bisnis dan mendorong manufaktur ke dalam resesi. Hal tersebut membuat perusahaan ragu untuk mempekerjakan karyawan.

Para ekonom mengatakan hal tersebut sebenarnya tidak jelas. Apakah bertambahnya pengangguran disebabkan oleh surutnya permintaan tenaga kerja atau kekurangan tenaga kerja yang berkualitas.

Melambatnya pertumbuhan pekerjaan dapat mengekang pengeluaran konsumen yang telah menjadi mesin pertumbuhan utama perekonomian.

Reporter: Chrismonica

 

Saksikan video di bawah ini:

Perang Dagang China-AS Diprediksi Berlanjut hingga 2020

Perang Dagang AS vs China
Perang Dagang AS vs China

Asian Development Bank (ADB) memprediksi perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) masih berlanjut hingga 2020. Kondisi tersebut akan membuat ekonomi beberapa negara di dunia dalam kondisi sulit.

Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, negara-negara di Asia harus mampu mengantisipasi hal tersebut sejak dini. Hal ini disampaikan dalam Asian Development Outlook 2019 update, Jakarta, Rabu (25/9).

"Konflik perdagangan antara China dan AS sangat mungkin akan berlanjut hingga 2020, sedangkan sejumlah perekonomian utama di dunia diperkirakan akan mengalami kesulitan Iebih besar daripada yang diantisipasi saat ini," ujarnya.

Khusus Asia, melemahnya momentum perdagangan dan menurunnya investasi menjadi perhatian utama. Tahun ini dan tahun depan, pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia yang sedang berkembang diperkirakan akan tumbuh 6 persen.

"Para pembuat kebijakan perlu memantau isu-isu ini dengan seksama," jelas Yasuyuki.

Secara rinci, ADB memprediksi perekonomian China akan tumbuh 6,2 persen tahun ini, dan 6 persen tahun depan. Asia Tenggara secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh 4,5 persen pada 2019 dan 4,7 persen pada 2020, sedangkan Asia Timur akan berekspansi hingga 5,5 persen di 2019 dan 5,4 persen pada tahun depan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya