Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) membentuk tim untuk verifikasi lahan baku sawah (LBS). Setelah mendatangi Badan Pusat Statistik (BPS), Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo juga menyambangi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kamis, (31/10).
Dalam pertemuan di BPS, Mentan Syahrul mengaku ingin merealisasikan program 100 hari kerjanya, yakni soal pencocokan data lahan antara Kementan dan BPS.
"BPS dan Kementan harus saling menunjang untuk menemukan data yang akurat. Karena dengan akurasi, semua kegiatan dan program bisa berjalan dengan baik. Karena itu mulai hari ini saya yakin penyusunan data rampung dalam waktu yang cepat," ujar Syahrul usai menemui Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, di Jakarta, Selasa (29/10).
Advertisement
Meski demikian, Syahrul mengatakan bahwa masih ada beberapa data yang masuk kategori data merah, dimana sebagian lahan yang ada perlu dilakukan penghitungan ulang.
"Memang ada data hijau yang sudah beres, kemudian ada kuning yang masih perlu dipantau dan ada data merah yang memang kita harus turun lagi ke lapangan. Tapi saya yakin datanya akan segera selesai," katanya.
Setelah dari BPS, Mentan Syahrul akan menemui Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil. Pertemuan nanti akan membahas penyempurnaan data dan menyatukan pemahaman dalam memberi definisi lahan baku sawah di Indonesia. Menurut pihaknya sendiri, lahan tetap harus dicatat sebagai sawah meski sudah tak lagi menanam padi.
"Saya akan ketemu dengan Menteri ATR. Saya akan datangi Menteri ATR untuk duduk sama-sama, lebih banyak mungkin definisi yang mereka pakai seperti apa melihat lahan baku sawah, dan seperti apa Kementan dan staf pertanian punya definisi untuk mengukur lahan pertanian yang ada, khususnya sawah itu," terang Syahrul.
Menurut Mentan Syahrul, teknologi yang digunakan dalam pemetaan lahan baku sawah di Indonesia memiliki beberapa kekeliruan sehingga harus disempurnakan.
"Nah kalau ini sudah kita temukan. Seperti tadi contohnya di kita walaupun tanamannya sudah tidak padi, sudah tembakau, itu tidak boleh dicatat sebagai bukan sawah. Demikian pencitraan-pencitraan satelit yang ada. Lahan baku harus kita gunakan sebagai lahan baku sawah. Bisa saja nanti di kemudian hari itu akan kembali sebagai sawah padi. Kalau kita hilangkan sekarang yang bersoal nanti para petani itu. Pasti ada bias, oleh karena itu kalau ada margin error 1-2% kita selesaikan di lapangan," jelas dia.
Di tempat berbeda, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, untuk perbaikan data LBS dimulai di 10 Provinsi yang paling besar ketidaksesuaian data luas lahan. Verifikasi lahan baku sawah ditargetkan selesai dalam sebulan.
Verifikasi diprioritaskan di 10 provinsi dengan total selisih luas lahan baku sawah sebesar 1.037.800 ha. Di antaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Aceh, Lampung, Jambi, dan Riau.
"Dalam verifikasi nanti juga akan melibatkan Kementerian ATR/BPN, Badan Pusat Statistik (BPS), Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan dan Dinas Pertanian daerah," sebut Sarwo Edhy saat membuka Rapat Validasi Lahan Baku Sawah di Bogor, Selasa (29/10) malam.
Berdasarkan data audit lahan dari Kementerian ATR/BPN, pada 2012 luas lahan 8.132.344 Ha, tahun 2013 turun menjadi 7.750.999 Ha. Sedangkan tahun 2016 Naik lagi seluas 8.186.470 Ha, dan tahun 2018 kembali turun menjadi 7.105.145 Ha.
"Data yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN pada 2018 lahan yang ada di Indonesia 7,1 juta hektare (Ha). Namun tiap masuk musim tanam seperti saat ini faktanya banyak daerah yang kekurangan pupuk. Sementara kita sudah mengalokasikan pupuk itu sesuai data ATR/BPN," kata Sarwo Edhy.
Nantinya akan dilaksanakan kompilasi data luas lahan baku sawah per kecamatan yang akan dijadikan dasar Tim Verifikasi Provinsi dan Kabupaten dalam melaksanakan verifikasi lapang.
Sarwo Edhy menjelaskan, pihaknya sudah melakukan upaya ground check di luar SK.ATR/BPN.2018. Ground check dilakukan dengan metode AVENZA MAP dengan sistem titik kordinat di 333 titik. Hasilnya diperoleh tambahan LBS 113.926 Ha.
"Hasil ground check ini sudah dikirim dan sudah disetujui oleh Badan Informasi Geospasial (BIG)," tambah Sarwo Edhy.
Sementara ground check dengan Methode Collector for ArcGIS/ sistim POLYGON, diperoleh tambahan LBS seluas 139.580,2 Ha (dapat langsung diakses BIG), cetak sawah baru tahun 2015-2018 seluas 219.146,74 Ha, dan cetak sawah baru tahun 2019 seluas 6.000 Ha.
"Dengan jumlah total cetak sawah seluas 225.146,74 Ha ditambah hasil ground check, maka potensi penambahan LBS seluas 478.652,94 Ha," papar Sarwo Edhy.
Pelaksanaan verifikasi lahan baku sawah ini akan dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober hingga 14 November 2019.Dalam kegiatan ini, juga akan dilakukan pelatihan pemanfaatan aplikasi Collector for ArcGIS bagi petugas pusat.
"Setiap Ditjen akan mengirimkan petugasnya untuk mengikuti pelatihan lalu segera disusun panduan Pemetaan Lahan Baku Sawah dengan Memanfaatkan Aplikasi Collector For Arcgis. Selanjutnyaakan dilaksanakan sosialisasi dan workshop di tingkat provinsi dengan mengundang seluruh petugas tingkat kecamatan," paparnya.
Terkait pengalokasian pupuk bersubsidi, Kementan meminta Dinas Pertanian Kabupaten untuk tidak mengalokasikan pupuk di wilayah-wilayah tertentu yang dianggap tidak ada luas baku lahan oleh ATR/BPN.
"Kementan tidak mengalokasikan karena memang based on data ATR/BPN. Dan untuk revisi kebutuhan pupuk akan direvisi sampai luas baku lahan ini clear," pungkasnya.
Â
(*)