OJK: Industri Keuangan Indonesia Masih Kuat Meski Diterjang Perang Dagang

Pada Oktober 2019, yield SBN naik 25 basis poin yang disertai aliran dana investor nonresiden yang mencapai Rp 29,1 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2019, 13:01 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2019, 13:01 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan akhir Nopember 2019 dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan tetap tumbuh positif. Profil risiko industri jasa keuangan juga terpantau terkendali di tengah pelambatan ekonomi global.

Pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan kondisi geopolitik, seperti trade war dan brexit masih menjadi sentimen utama yang mewarnai perkembangan pasar keuangan global.

"Sementara itu, kebijakan dovish oleh beberapa bank sentral negara maju berpengaruh positif terhadap likuiditas global, terutama emerging markets, termasuk Indonesia," kata Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, di Jakarta, Jumat (29/11/2019).

Pada Oktober 2019, yield SBN mengalami penguatan sebesar 25 basis poin yang disertai aliran dana investor nonresiden yang mencapai Rp 29,1 triliun. Dengan demikian sampai dengan 22 November 2019, secara year to date (ytd) aliran investor non-residen ke pasar SBN telah mencapai Rp 175,6 triliun diiringi dengan penguatan yield sebesar 98,5 bps.

Sementara itu, sampai akhir Oktober, pasar saham menguat sebesar 1 persen mtm menjadi 6.228,3. Penguatan ini ditopang oleh investor domestik mengingat investor nonresiden tercatat membukukan net sell sebesar Rp 3,8 triliun.

Namun, meningkatnya sentimen global di akhir minggu ke-3 November 2019, IHSG mencatatkan penurunan tipis ke level 6.100,2 dengan net buy investor nonresiden sebesar Rp 43,9 triliun ytd.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Intermediasi Perbankan

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Secara umum, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan data Oktober 2019 masih sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,53 persen yoy, ditopang kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 11,2 persen yoy.

Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan juga masih tumbuh stabil di level 3,5 persen yoy.

Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,29 persen yoy. Selain itu, sepanjang Januari sampai Oktober 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp 152,4 triliun dan Rp 82,2 triliun.

Sampai dengan 26 November 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 155 triliun, serupa dengan level penghimpunan dana pada 2018. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 48 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 22,8 triliun.

Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, posisi Oktober profil risiko masih terkendali. Rasio NPL terpantau meningkat tipis menjadi sebesar 2,73 persen (NPL net: 1,21 persen), namun masih jauh di bawah threshold.

Rasio NPF bahkan mencatatkan penurunan dari bulan sebelumnya di level 2,5 persen (NPF net 0,44 persen). Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,52 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan.

"Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 199,14 persen dan 87,83 persen, jauh di atas threshold," lanjut dia.

 


Permodalan

Ilustrasi OJK 2
Ilustrasi OJK

Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 23,54 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 705 persen dan 329 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan.

OJK akan selalu memantau perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi dampak kondisi yang unfavourable terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik terutama mengenai profil risiko likuiditas dan risiko kredit.

"OJK akan terus berkoordinasi dengan para stakeholder guna memitigasiketidakpastian eksternal, menjaga kontribusi sektor jasa keuangan dalam perekonomian nasional serta menjaga stabilitas sistem keuangan," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya