Siapkah Indonesia Hadapi Revolusi Industri 4.0?

Revolusi industri 4.0 berkembang dengan pesat, yang berdampak signifikan pada berbagai sektor dan jenis pekerjaan.

oleh Tira Santia diperbarui 12 Des 2019, 12:55 WIB
Diterbitkan 12 Des 2019, 12:55 WIB
Revolusi Industri 4.0
Revolusi Industri 4.0. Dok: engineersjournal.ie

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan dialog publik membahas kesiapan Indonesia dalam menghadapi gelombang revolusi industri 4.0, di Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI, Dudi Hidayat, memaparkan bahwa revolusi industri 4.0 berkembang dengan pesat, yang berdampak signifikan pada berbagai sektor dan jenis pekerjaan.

Menurutnya, perubahan yang dibawa revolusi industri 4.0 antara negara berkembang, dan negara maju sangat berbeda.

"Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki realitas ekonomi sendiri serta kondisi sosial dan politik yang berbeda, sehingga perlu solusi yang sesuai dan tepat," kata Dudi.

Di balik itu, banyak sektor yang berpeluang untuk diganti oleh robot, yang berdampak hilangnya lapangan pekerjaan.

Karena revolusi industri 4.0 merupakan perpaduan sistem teknologi fisik, digital, dan biologis yang mengubah cara hidup manusia, yang menghasilkan kecerdasan buatan, internet of things (IoT), rekayasa genetika, kendaraan otonom, big data, cloud computing, neuroteknologi, dan 3D printing. Dari teknologi tersebut, tentu mengubah sistem sosial, ekonomi, dan politik.

Melihat hal tersebut, Indonesia harus berupaya untuk meningkatkan kesiapannya dalam aspek Sumber Daya Manusia (SDM), dan infrastruktur, agar tidak tertinggal.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sektor Manufaktur Indonesia Gencar Adopsi Industri 4.0

Ilustrasi industri 4.0
Ilustrasi industri 4.0 (iStockPhoto)

Sektor manufaktur Indonesia mulai gencar mengadopsi teknologi digital terbaru dalam revolusi industri 4.0 terutama aritificial intelligence, machine learning, dan internet of things (IoT) yang semua berbasis cloud.

Teknologi digital terbaru itu digunakan untuk menopang inovasi manufaktur sehingga meningkatkan efisiensi sekaligus menggenjot produktivitas, serta mampu mengatur skalabilitas produksi untuk mencapai fleksibilitas dan kegesitan operasional.

VP Product Management Cloud & UC Telkomtelstra Arief Rakhmatsyah menjelaskan dalam revolusi industri 4.0 sektor manufaktur telah menggunakan IoT dan memanfaatkan banyak sensor di seluruh lini produksi.

Kehadiran sensor yang terhubung dengan IoT memungkinkan perusahaan manufaktur untuk mencapai efisiensi operasional, skalabilitas produksi, kegesitan, sekaligus meningkatkan produktivitas di saat peak season. 

Berdasarkan riset perusahaan teknologi informasi, Gartner IoT Forecast Tools 2018, akan ada 153 ribu benda yang akan terkoneksi dengan IoT di Indonesia hingga 2020. Pertumbuhan IoT di Indonesia mencapai rata-rata majemuk (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 19 persen sampai akhir 2022. 

“Dengan banyaknya inovasi-inovasi dan dibutuhkan agility ketika harus men-develop banyak hal, itu lebih mudah kita melakukannya di cloud daripada perusahaan harus berinvestasi di datacenter yang besar, itu jatuhnya mahal,” papar Arief dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (9/12/2019).

Karena itu, menurut dia, dibutuhkan solusi-solusi terdepan untuk menjawab tantangan tersebut. Telkomtelstra sebagai cloud provider menyediakan sistem berbasis azure yang sangat lengkap dengan keunggulan end-to-end dari cloud hingga edge computing.

“Mungkin rekan-rekan sudah familiar dengan cloud, tapi masih belum dengan edge computing. Edge computing adalah perpanjangan dari cloud yang diletakkan di sisi customer. Sebab, setiap perangkat IoT mengirim data/informasi terus-menerus, kalau langsung ke cloud bisa berat. Terlalu jauh komunikasinya, maka cloud juga perlu perpanjangan tangan. Keunggulannya, edge computing itu sudah ada machine learning di dalamnya,” jelas dia.

Arief menambahkan sektor manufaktur seperti industri pesawat terbang, otomotif, dan lainnya telah menggunakan solusi terdepan ini.

“Implementasi sudah diaplikasi ke industri manufaktur pesawat, banyak sensor dipasang di setiap pesawat sehingga dapat mendeteksi risiko kerusakan dan perawatan. Demikian juga di otomotif, mobil seri mahal itu penuh sensor, ban kempis sedikit sudah ketahuan. Mobil yang dipasangi berbagai sensor itu, datanya kemudian dikumpulkan di edge computing untuk dianalisis dengan machine learning,” jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya