Pertamina Bakal Hati-hati Akuisisi Blok Migas di Luar Negeri

Untuk meningkatkan produksi migasnya, Pertamina tengah menyasar blok migas yang sudah produksi di luar negeri

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Des 2019, 19:15 WIB
Diterbitkan 12 Des 2019, 19:15 WIB
Ekspresi Dirut Pertamina Usai Diperiksa KPK
Ekspresi Dirut Pertamina Nicke Widyawati usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/6/2019). Nicke diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut PLN Sofyan Basir terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tengah membidik potensi Participating Interest (PI) di Wilayah Kerja (WK) luar negeri yang telah terbukti menghasilkan produksi.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya berupaya mengurangi risiko masalah hukum dalam penjajakan kerjasama di WK luar negeri seperti yang dilakukan pendahulunya.

"Untuk antisipasi masalah itu, akuisisi luar negeri kami fokus ke WK yang sudah berproduksi. Kami juga menggandeng aparat hukum dalam setiap langkah pelaksanaan," ujar dia di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Nicke menyatakan, saat ini penjajakan terdekat masih pada dua perusahaan minyak asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, yakni ADNOC dan Mubadala.

"Ini sudah kita jajaki di Abu Dhabi. Kita coba masuk ke sana," kata Dirut Pertamina itu.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Masalah Sebelumnya

Konsumsi Avtur Pertamina Sumbagsel Menurun 40 Persen Jelang Lebaran
Kilang Pertamina RU III di Sungai Gerong Plaju Palembang (Dok. Humas Pertamina Sumbagsel / Nefri Inge)

Adapun sebelumnya, eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan telah divonis 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atas korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.

Karen Agustiawan dinyatakan bersalah terkait investasi Pertamina yang merugikan keuangan negara senilai Rp 568,066 miliar.

Dari fakta persidangan, majelis hakim menilai wanita yang pernah menjadi guru besar di Universitas Harvard ini tidak melakukan tata tertib aturan perusahaan dalam mengambil keputusan seperti investasi.

Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntutnya 15 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 284 miliar. Sementara vonis hakim tidak mewajibkan Karen membayar uang pengganti karena dinyatakan tidak terbukti menerima keuntungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya