Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menilai ekspor benih lobster hanya menguntungkan pengepul bukan nelayan tangkap. Para nelayan benih hanya dibayar sekitar Rp 3.000-Rp 4.000 per ekor.
Sementara manisnya ekspor benih lobster hanya dinikmati segelintir orang. Mereka biasanya pengepul yang merupakan pengusaha, bukan nelayan.
"Middle man (pengepul) ini yang sebenarnya mendapatkan keuntungan besar. Pemain besar bukan nelayannya," kata Dani di Kantor KNTI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
Advertisement
KNTI mendorong diskusi wacana ekspor benih lobster bukan dilevel boleh atau tidak. Lebih dari itu, harusnya muncul diskusi pembenahan tata kelola pemanfaatan lobster dari benih sampai pembesaran.
Baca Juga
Saat ini ada dua contoh model pemanfaatan lobster. Di negara maju seperti Amerika, Kanada dan Australia lobster dibiarkan besar di habitat aslinya. Pengelolaan dengan sentuhan beberapa teknologi membuat tiga negara ini jadi eksportir lobster di dunia.
Ada juga pilihan budidaya lobster yang dilakukan Vietnam. Menggunakan teknologi, Vietnam mampu bersaing sebagai eksportir lobster di dunia. Bahkan Vietnam adalah negara dengan budidaya lobster paling berhasil di dunia.
Dani menilai, khsusus di Indonesia dia melihat baiknya pemanfaatan lobster dengan cara budidaya. Hanya saja saat ini pemerintah belum menjadikan ini sebagai pilihan.
"Opsi budidaya belum jadi opsi yang diambil pemerintah untuk mendorong peningkatan Lobster," kata Dani.
Padahal teknologi yang digunakan Vietnam tidak terlalu sulit. Hanya memang dibutuhkan konsistensi untuk budidaya pembesaran.
Jika pemerintah ingin menjadikan lobster sebagai komoditas ekspor, infrastuktur harus segera dibuat. Minimal ditetapkan pusat budidaya lobster. Saat ini beberapa wilayah seperti Lombok Timur sampai Lombok Tengah, dan wilayah Sumatera memulai pembesaran lobster.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KKP Masih Kaji Rencana Dibukanya Keran Ekspor Benih Lobster
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikakan (KKP) tengah mengkaji dibukanya kembali kebijakan ekspor benih lobster. Alasannya, wacana dibukanya kembali izin ekspor benih lobster tersebut menuai pro dan kontra.
"Ekspor lobster itu masih terus pengkajian," kata Edhy di Gedung Mina Bahari III, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).
Ada banyak pertimbangan terkait hal ini, kata Edhy. Satu sisi ada masyarakat yang sudah bergantung hidupnya dengan menangkap benih lobster. Kalau ini dihentikan, harus ada solusi untuk para penangkap benih lobster. Jika tidak diatasi, tentu penyelundupan ekspor benih tetap terjadi.
"Kalau disetop kan nyatanya penyelundupan banyak," kata Edhy.
Edhy mengklaim memiliki data balai karantina dan data uang masuk terkait penyelundupan benih lobster. Semua sedang dikoordinasikan dan dia ingin segera menyelesaikannya. Dia berharap ini bisa diatasi secepatnya.
Dirjen Perikanan Budidaya Eko Soebjakto mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan ekspor benih lobster. Sebab, sebelumnya ini sudah pernah dilakukan dengan bekerja sama dengan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR).
"Sedang direncanakan, ini sedang dibahas," kata Eko.
Eko belum mau membeberkan target penyelesaian kajian kebijakan ini. Dia memastikan prosesnya sedang berlangsung dan hasilnya masih belum final.
"Nanti kita akan minta dilanjutkan lagi, waktu itu belum final," kata dia.
Advertisement
Tujuan Ekspor Benih Lobster
Terkait tujuan ekspor benih lobster, politikus Partai Gerindra ini tidak mematok pada satu negara seperti Vietnam. Pasalnya lobster yang ada di Vietnam tidak hanya berasal dari Indonesia. Untuk sampai ke Vietnam benih lobster masuk lewat negara tetangga.
Hal ini juga sudah disampaikan Edhy ke para duta besar negara terdekat. Respons mereka katanya karena lobster bukan barang berbahaya jadi tidak bisa dipastikan isinya hanya berasal dari Indonesia.
"Kalau begini kan juga harus bikin aturan. Kita ekspor langsung dari sini ke negara tujuan di mana membutuhkan," papar Edhy.
Eko menambahkan, kesempatan hidup lobster di habitatnya masih rendah. Sementara di Vietnam ada teknologi khusus yang bisa membesarkan lobster . Untuk itu pihaknya ingin mempelajari teknologi tersebut untuk selanjutnya diterapkan di Indonesia.
"Mereka punya alat budidaya khusus. Makanya ini yang mau kita pelajari," kata Eko mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com