Sederet PR Dirut dan Komut Baru Garuda, dari Utang hingga Beli Pesawat Baru

RUPSLB Garuda Indonesia menyetujui Irfan Setiaputra ditetapkan menjadi Dirut Garuda Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2020, 15:28 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2020, 15:28 WIB
Garuda Indonesia
Garuda Indonesia. (dok.Instagram @garuda.indonesia/https://www.instagram.com/p/Btnk6AMDeJc/Henry

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) menyetujui Irfan Setiaputra ditetapkan menjadi Dirut Garuda Indonesia menggantikan Ari Ashkara. Sedangkan jabatan Komisaris Utama ditempati mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.

Sejumlah pekerjaan rumah telah menanti para direksi dan dewan komisaris baru. Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Alvin Lie menyebutkan empat PR petinggi baru maskapai negara yang harus segera diselesaikan.

"Ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian," kata Alvin di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (22/1).

Pertama, dalam catatan Alvin, Garuda Indonesia memiliki utang yang jatuh tempo pada bulan Mei 2020. Tak tanggung nilai utang tersebut yaitu USD 500 juta atau senilai Rp 6,84 triliun.

Dia mengatakan iya g tersebut tidak mungkin dibayar menggunakan uang modal dari hasil bisnis. Sehingga dia memperkirakan, utang dibayar dari hasil pinjaman lain. Dia menyarankan utang baru untuk menutupi utang sebelumnya harus memiliki bunga yang lebih murah.

"Utang barunya harus lebih murah daripada utang lama. Kalau enggak gitu, ya mau gimana," ungkap Alvin.

Kedua, lanjut Alvin, direksi dan komisaris baru harus bisa memperkuat rasa kebersamaan di tubuh perusahaan. Sebab saat ini dia melihat internal Garuda masih terkotak-kotak.

Padahal Garuda Indonesia memiliki karyawan yang jumlahnya ribuan."Ada yang merasa lebih Garuda dari yang lainnya dan ini tidak sehat," ungkapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

PR Selanjutnya

Garuda Indonesia
Garuda Indonesia (Foto: AFP / Adek BERRY)

Ketiga, meski Garuda merupakan perusahaan milik negara, dia meminta perusahaan BUMN ini jauh dari campur tangan politik. Sebagai perusahaan, Garuda harus murni melaksanakan tugas yang diberikan negara. Bukan dibawah kendali menteri atau pejabat lainnya

Keempat, terkait bisnis, Alvin menyebut ada puluhan pesawat jenis boeing 737-800 yang dioperasikan Garuda sudah berusia 8 sampai 10 tahun. Memang, kata Alvin tidak bermasalah jika dilihat dari aspek keselamatan.

"Tapi dari aspek efisiensi dan daya tarik kepada penumpang ini sudah menurun," sambung Alvin.

Dia menuntut Garuda untuk melakukan pemeriksaan armada. Baik pesawat jenis Airbus atau yang lainnya. Pergantian pesawat juga bukan perkara mudah. Sebab, untuk pesawat baru sekelas boeing 737-800 harganya USD 80 juta atau senilai Rp 1,09 triliun.

"Kalau ini ada 50 pesawat, sudah lumayan kan," kata Alvin. 

 Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya